Salju pertama musim dingin tahun ini mengenalkanku arti dari 'cinta pada pandangan pertama'. Bolehkah rasa itu bersemi dalam hatiku? Akankah kau membalas perasaan ini, gadis musim dinginku?
Entah sudah berapa
kali pemuda itu menghembuskan nafas kasar. Mencoba mengusir hawa dingin yang
menyergap ke seluruh tubuhnya. Sesekali dia menengok ke kanan kiri, sepertinya
dia tengah menunggu seseorang. Dirogohnya saku mantel abu-abu tebalnya, mencari
benda kesayangan layar datar berwarna putih miliknya. Jemarinya lincah mengetik
beberapa digit angka lalu menempelkan ke dekat telinga.
“Teo-ya, kau dimana? Aku hampir mati
kedinginan menunggumu. Ck,” rutuk pemuda itu kesal. “Cepatlah, jika kau tidak
datang dalam lima menit. Aku pergi.”
Pip. Pemuda tersebut
memutuskan sambungan telepon sepihak, tak memberi kesempatan lawan bicaranya
untuk membantah. Dia terlalu kesal dengan sahabatnya yang tak kunjung datang
tersebut. Padahal cuaca hari ini sudah di bawah nol derajat. Pertengahan bulan
November seperti ini memang sudah memasuki musim dingin. Meskipun salju belum
turun, namun suhu udara mampu membekukan orang yang lalu lalang di kota Seoul
ini.
Setelah menutup
teleponnya, pemuda itu memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku mantel. Mata
elangnya memandang ke segala arah, menghilangkan kebosanan yang mulai melanda.
Tanpa sengaja indera penglihatannya menangkap seorang gadis kecil yang sedang
asik bermain anjing tak jauh dari tempatnya berdiri. Bukan anjing atau pun gadis
kecil tersebut yang membuatnya tertarik. Tapi seorang yeoja yang tengah menemani gadis kecil itulah yang membuat pemuda
itu enggan berkedip. Bahkan jantungnya mulai berdetak diatas normal, untuk
pertama kalinya dia merasakan sensasi seperti ini. Dia jatuh cinta untuk
pertama kalinya.
Saat imajinasinya
semakin liar, sebuah suara memanggil dan menyadarkannya. “Yun-ah,” teriak seorang pemuda bermata bulat
dan memiliki postur tubuh lebih tinggi dari pemuda tadi.
“Mianhae aku terlambat, tadi Dong Hae hyung menambah jam latihan.” Jelasnya. Sedangkan pemuda yang
dipanggil Yun tadi hanya mengangguk maklum.
“Hem, aku sudah
terbiasa dengan alasanmu, Teo-ya.”
Sindir pemuda bermarga Han tersebut. “Ayo segera ke studio latihan, hyung pasti sudah menunggu kita.”
Teo mengangguk setuju
lalu merangkul pundak Yun, menariknya menuju studio latihan mereka. Yun
menengok ke belakang, setengah hati meninggalkan tempat itu. Dia mencoba
mencari sosok yeoja yang telah
berhasil merebut perhatiannya tadi. Saat matanya kembali menangkap siluet yeoja tadi, sebuah lengkungan ke atas
terbentuk di wajah tampannya. Yun, tersenyum. Menanggalkan kesan poker face yang selama ini melekat
padanya.
***