Senin, 25 November 2013

[FanFiction] Rain Like You

Title      : Rain Like You
Cast     : Lee Donghae, Kim Min Rin
Length  : Ficlet (2044 word)
Genre   : Fluff, Romance
Rating   : G (General)
Acc Twitter   : @aimyeong

Disclaimer  : Super Junior member milik Tuhan, orangtuanya dan seluruh ELF di dunia. Cast lain milik author. Ide cerita murni dari otak author. Jika ada kemiripan jalan cerita, itu hanya kebetulan semata tanpa ada unsur plagiat dari sumber lain.

WARNING TYPOS !!!

Tanda *** berarti Flashback  ^^


Ketika langit menjatuhkan air mata
Kita dipertemukan dengan begitu indah
Sebuah senyuman awal perjumpaan
Menjadikan sebuah cerita antara kita - Donghae

~~~ Story Begin ~~~

Tempat ini masih sama, seperti dua tahun yang lalu. Bahkan cuacanya pun mengingatkanku akan pertemuan pertama kita.

***
“Hujannya deras sekali. Aish, sial sekali aku. Bahkan aku lupa tak membawa mantel maupun payung.”
Aku masih menggerutu kesal saat tiba-tiba aku merasakan sesosok manusia berdiri di sebelahku. Tunggu dulu, apa benar dia manusia. Aku tak henti memandangi makhluk di sebelahku dengan tatapan menyelidik. Saat aku lihat kakinya berpijak pada tanah tempatnya berdiri, aku mendesah lega. Merasa diperhatikan, dia menoleh ke arahku.
“Mianhamnida jika aku menganggumu, Tuan.”
“Animida. Aku hanya… hanya… lupakan saja, Nona. Maaf jika membuatmu tidak nyaman.”
Yeoja itu hanya tersenyum maklum lalu mengangguk takzim. Aku pun ikut mengangguk tanda hormat. Kami kembali terdiam, melihat rintik air hujan. Pikiranku berkecamuk, ingin rasanya memecah keheningan. Namun aku ragu, takut jika membuatnya tak nyaman dan berpikiran tidak-tidak mengenai diriku.
“Hey, ada apa denganmu Lee Donghae? Sejak kapan kau menjadi seorang yang sesinsitif ini? Siapa dia, mengapa kau begitu kuatir dia menuduhmu sebagai orang jahat?” Dialogku dalam hati.
Aku memberanikan diri untuk mengajaknya berbincang. Aku rasa akan lebih menyenangkan jika menunggu sambil mengobrol.
“Em, apakah kau sedang menunggu jemputan Nona?” tanyaku hati-hati.
“Ye? Tidak. Rumah saya di dekat sini, tapi mendadak hujan. Dan saya sedang membawa beberapa berkas penting ini.” Jelasnya sambil menunjukkan beberapa lembaran map.
“Arraseoyo. Donghae, Lee Dong Hae imnida.”
“Kim Min Rin. Kau bisa memanggilku Min Rin, Dong Hae-ssi. Bangapseumnida.”
“Ne, senang berkenalan denganmu Min Rin-ssi.”
***



Aku tersenyum mengingat kenangan kita. Sungguh pertemuan yang unik. Dan tak kusangka itulah awal kisah kita dimulai.
“Oppa.”
Aku mengangkat kepala, mencari sumber suara yang begitu aku kenali pemiliknya. Bibirku terangkat membentuk sebuah senyuman mendapati dirimu berlari mendekat ke arahku.
“Kau sudah menunggu lama, oppa?”
“Ani, aku baru saja datang.” Jawabku santai.
“Mianhae. Tadi aku masih ada beberapa pasien.”
Aku mengusap puncak kepalanya gemas. Hal yang aku lakukan saat dia merasa cemas. Dia menyukai hal ini, karena menurutnya perlakuanku ini sangat menentramkan dan hangat.
“Gwaenchana. Jangan memasang wajah pabo seperti itu Nona Lee.”
“Mwo? Oppa, margaku Kim bukan Lee. Apa kau sudah mulai pelupa? Aigo, bahkan umurmu belum mencapai tiga puluh tahun.”
“Aku tidak pelupa Nona. Arra arra. Tapi sebentar lagi akan ku ubah marga Kim milikmu menjadi Lee. Aku pastikan itu, dan kau tidak boleh menyesalinya.” Kataku sedikit mengancam.
“Ei, kau terlalu percaya diri tuan Lee. Siapa bilang aku mau mengubah nama margaku? Mehrong.”
Aku terkesiap mendengar jawaban darinya. Aku masih terdiam mencerna maksud perkataannya. Lalu kulihat dia sudah berlari menjauh, menghindariku. Aku baru sadar jika ternyata Min Rin hanya mengerjaiku.
“Awas, kau Kim Min Rin. Akan ku balas kau.” Ucapku gemas. “Yak, Min Rin-ah, tunggu aku. Jangan lari kau.” Teriakku memperingatkan.

~~~0 0 0~~~

Blue Café menjadi tempat favorit kami untuk bertemu. Selain dekat dengan kantor Donghae Oppa, letak Café ini juga dekat dengan Rumah Sakit tempatku magang menjadi Dokter.
“Oppa, kau masih mengingat tempat tadi? Toko ramyun depan Inha University.”
“Hem, bagaimana aku melupakannya. Tempat dimana kita dipertemukan oleh takdir? Waeyo?”
“Ani, aku hanya ingin memastikan kalau ingatanmu masih bekerja dengan baik.”
“Aish, kau ini. Apa kau meragukan kinerja kepalaku? Aku masih sangat muda dan memiliki daya ingat yang baik Min Rin-ah.”
“Arraseo. Aku mempercayaimu oppa.” Ucapku menenangkan. Lalu menggenggam tangannya. Menyakinkan Donghae oppa atas ucapanku.
“Aku akan membuat pengakuan oppa, tapi ini belum saatnya.” Lanjutku dalam hati. “Sebentar lagi oppa, tepat tengah malam. Seperti dua tahun yang lalu, aku akan mengatakannya padamu.”
Aku bersyukur pada Tuhan yang telah berbaik hati mengirimkan seorang malaikat sepertimu padaku. Seorang namja yang berhati lembut. Sekali pun tak pernah mengecewakanku, dan mengerti diriku apa adanya. Aku kadang berpikiran jelek padamu, tapi semua prasangka itu tak pernah terbukti sama sekali.
Dua tahun kita saling mengenal dan sudah satu tahun lebih kita resmi berpacaran. Kau bahkan telah mengenalkanku pada keluargamu. Tapi aku yang belum siap jika harus melanjutkan hubungan kita ke jenjang yang lebih serius. Karena sebuah kebohongan, kebohongan yang mungkin saja akan membuatmu benci padaku.

~~~0 0 0~~~

“Oppa, aku lelah. Kita istirahat dulu ne.” rajukku.
“Kita baru mulai Min Rin-ah. Jika kita istirahat, kau pasti akan malas lagi. Setelah itu pasti kau minta kita akhiri saja. Aku sangat hafal dengan sifatmu ini. Ayolah, dua kali putaran lagi. Setelah itu kita istirahat. Otte?”
“Aniya, aku benar-benar lelah. Kau tahu sendiri, aku baru pulang kerja langsung menemuimu dan menemanimu ke sini.”
“Mwoya? Bukankah tadi kau yang merengek minta diajari renang. Aish, kau ini. Sudahlah, terserah kamu saja.”
Apa dia kesal padaku. Ah, aku rasa dia hanya merajuk. Aku sangat tahu bahwa ikan ini tak akan pernah bisa marah padaku lebih dari lima menit. Baiklah, aku akan sedikit mengerjainya.
“Ya sudah. Jika kau tak mau istirahat, aku akan naik sendiri. Disana juga banyak namja yang nantinya akan ...”
“Arra arra, kita istrahat dulu.”
Dia menghentikan ucapanku, aku terkikik geli melihatnya. Bukan karena posesif, tapi memang dia tidak pernah suka melihatku dekat dengan namja lain. Dia bilang, banyak orang jahat di dunia ini. Dia takut aku akan terluka atau disakiti oleh namja di luar sana. Donghae oppa memang sedikit berlebihan, padahal pasienku di rumah sakit rata-rata namja.
“Ige.”
“Gomawo oppa.” Kutampilkan senyum terbaikku. Hanya sebuah anggukan yang aku dapatkan. Baiklah, rupanya dia benar-benar sedang merajuk.
“Kau kesal denganku oppa?”
“Ani.”
“Kau sedang marah?”
“Ani.”
“Oppa.”
“Wae?”
“Look at me.”
Dia hanya melirik sekilas lalu kembali memfokuskan pandangannya ke depan. Entah hal apa yang sedang menarik perhatiannya saat ini. Aku tak begitu mempedulikan. Bahkan jika dia sedang memperhatikan para yeoja seksi yang memakai pakaian renang, aku pun tak peduli. Saat ini yang begitu mnegusik pikiranku bahwa Donghae oppa kesal padaku. Hal yang jarang dia perlihatkan saat bersamaku.
“Mianhae oppa. Aku benar-benat lelah. Aku tak bermaksud membuatmu kesal.”
Dia masih diam. Aku sudah kehabisan cara untuk membujuknya lagi. Ini cara terakhir untuk membuatnya memaafkanku.
CUP.
Kukecup pipinya singkat. Lalu aku masuk ke dalam kolam. Menghindari reaksinya. Lebih tepatnya, aku ingin menyembunyikan wajahku yang mungkin sudah memerah seperti tomat.

~~~~~~~~~

Aku masih diam mendengar celotehan Min Rin. Aku cukup mengerti jika dia lelah. Namun, dia yang mengajakku berenang. Baru setengah jam, dia minta istirahat. Ah, mungkin aku terlalu berlebihan terhadapnya. Seharusnya aku tak mendiamkannya seperti ini. Aku baru akan membuka mulut dan menjelaskan padanya jika aku tidak marah. Saat tiba-tiba kurasakan kehangatan menyebar di pipi kananku.
Belum hilang keterkejutanku, Min Rin sudah kembali masuk ke air. Aku meraba pelan wajahku. Seketika kekesalan yang tadi sempat menjangkitiku lenyap entah kemana. Aku tersenyum membayangkan bagaimana ekspresi Min Rin tadi. Dia pasti sengaja masuk ke kolam agar tidak ketahuan olehku jika wajahnya memerah. Selama hampir setahun kita berpacaran, inilah pertama kali dia berani menciumku terlebih dahulu. Biasanya akulah yang memulai.
“Min Rin-ah, naiklah. Bukankah kau lelah? Aku tidak mau kau kena kram. Kajja.”
“Sebentar lagi oppa.”
“Kau ingin naik sendiri, atau kau ingin aku membantumu naik dari sana. Hana … Dul …”
“Ne, aku akan segera naik. Kau benar-benar cerewet Tuan Lee.”
Aku tertawa mendengar protes darinya. Biarlah, aku terlalu menyayanginya. Aku tak ingin dia jatuh sakit. Meskipun dia seorang dokter, dia juga manusia biasa yang bisa kapan saja terserang penyakit bukan.

~~~0 0 0~~~

Menjelang tengah malam, kami tiba di apartemenku. Aku membujuknya untuk mampir. Dia sangat polos, dia pasti berpikiran negatif terhadapku. Wajar memang, karena ini pertama kalinya sejak kami pacaran, aku mengijinkannya masuk ke dalam apartemenku setelah lewat jam malam.
“Oppa, masuklah sebentar. Aku butuh bantuanmu untuk memperbaiki lampu kamar yang mati.” Ujarku berbohong.
“Apa harus sekarang?” Tanyanya ragu.
“Ne, kau tahu betul jika aku tak bisa tidur dengan lampu mati. Jebal ne.”
“Baiklah.”

~~~~~~~~

Min Rin memaksaku untuk masuk ke apartemennya. Aku bukannya bermaksud menolak. Tapi ini hampir tengah malam, dan aku tak ingin merusak citranya. Apa kata orang jika ada yang melihat Min Rin memasukkan seorang namja ke dalam apartemen malam-malam seperti ini?
Tapi dia bilang dia butuh bantuanku. Aku benar-benar tak bia menolaknya. Aku tak ingin dia tidak tidur nyenyak karena lampunya mati. Dia sangat takut gelap, tidak jauh berbeda denganku.
“Baiklah.” Akhirnya aku mengiyakan ajakannya.
GELAP.
“Min Rin-ah, kau dimana? Kenapa kau tak menyalakan lampu?”
CEKLEK. Lampu menyala, ruangan seketika terang benderang. Pelan-pelan aku memutar tubuhku hendak mencari keberadaan Min Rin.
“Saengil chukkae.” Teriak segerombolan orang.
Seorang yeoja yang sangat manis tiba-tiba muncul di tengah-tengah mereka sambil membawa kue ulang tahun. Dia berjalan menghampiriku.
“Saengil chukka hamnida oppa. Mianhae telah membuatmu kesal hari ini.”
“Min Rin-ah, sejak kapan kau merencanakan semua ini?” tanyaku bingung.
“Aku beruntung oppa. Hyuk Jae oppa dan Hee Chul oppa yang membantuku mempersiapkan semuanya. Tugasku hanya membuatmu lupa bahwa hari ini tanggal 15 Oktober.”
“Gomawo semuanya.”
“Tiup lilinnya Dong Hae-ya. Palli.” Kata Hee Chul hyung.
“Jangan lupa buat permintaan terlebih dahulu hyung.” Ujar si setan magnae.
Huuffttt. Aku membuka mata lalu meniup lilin sesuai instruksi mereka. Aku benar-benar bersyukur tahun ini mereka tidak melupakan ulang tahunku. Dan di ulang tahunku tahun ini, aku telah memiliki tambatan hati. Yeoja bertubuh pendek dengan rambut ikal sebahu. Yeoja yang membuat pusat duniaku berpindah padanya. Kim Min Rin, terima kasih kau hadir di hidupku.
Kami menghabiskan makanan dan minuman yang telah tersedia. Sesekali Shin Dong hyung membuat lelucon dan membuat kami tertawa. Menjelang jam dua, teman-teman kantorku pamit pulang. Aku sengaja tinggal disini, hendak membantu Min Rin membereskan apartemennya.
Aku sedang membuang sisa makanan ke dalam kantong plastik, saat tiba-tiba Min Rin mengajakku ke balkon.
“Oppa, kemarilah sebentar. Tinggalkan dulu saja, biar nanti aku yang membersihkan.”
Aku berjalan santai menghampirinya. Kupeluk tubuh mungilnya dari belakang. “Disini dingin, apa kau ingin sakit huh?”

~~~~~~~~

Aku rasa ini saat yang tepat untuk mengatakannya. Semoga saja ketakutanku tidak terbukti. Kumohon, kau jangan membenciku oppa.
“Oppa, aku ingin membuat pengakuan. Tapi aku takut kau akan membenciku.”
“Pengakuan?”
“Ne. Pengakuan tentang kebohonganku padamu.”
“Katakanlah, aku tak akan marah padamu. Katakan saja jika itu bisa membuatmu tenang. Jangan dipendam lagi.”
“Yaksok? Kau tak akan marah oppa?”
“Ne, oppa janji.”

***
Temanku sesama dokter residen mengajakku makan malam di luar. Kebetulan hari ini bukan jadwal jagaku, jadi aku mengiyakan ajakan mereka. Kami memutuskan makan di sebuah kedai ramyun yang lumayan terkenal.
Saat tengah makan, aku melihat beberapa namja masuk ke dalam kedai. Dari Sembilan namja, fokus mataku terpaku pada seorang namja. Penampilannya sederhana, kaos oblong potongan V neck dipadu dengan kemeja denim dan celana jeans biru navi. Rambutnya  pendek berwarna coklat, dibiarkan berantakan namun menambah kesan maskulin pada dirinya. Tatapan matanya sendu, tapi menyejukkan. Tatapan mata yang menarikku untuk mengenalnya lebih dekat.
Sepertinya Tuhan mendengarkan doaku. Saat hendak pulang, turun hujan yang lumayan lebat. Aku sengaja pulang akhir, membiarkan rombongan namja tersebut keluar terlebih dahulu. Dan suatu kebetulan, namja bermata sendu itu berteduh di depan kedai. Sendirian, ditinggal oleh teman-temannya. Kesempatan yang bagus untuk mengajaknya berkenalan, pikirku.
Aku memutuskan mendekatinya. Berharap dia memperhatikan keberadaanku.
***

“Begitulah oppa. Sebenarnya saat itu aku …”
Dong Hae oppa membalikkan tubuhku. Dia kembali memelukku. Lalu mengusap lembut kepalaku.
“Gwaenchana. Aku tidak marah padamu. Aku justru senang mendengarnya. Aku semakin yakin jika kau memang mencintaiku. Gomawo.”
Aku melepas paksa pelukannya. Menatap Dong Hae oppa, mencoba mencari kebohongan di matanya. Namun hal itu sia-sia, tak ada sepercik api kebohongan. Hanya tatapan bahagia yang aku lihat.
“Oppa.”
“Kau tahu Min Rin-ah. Kau seperti hujan.”
“Hujan? Wae?”
“Ne. Aku sangat menyukai hujan sejak kita bertemu. Hujan biasanya menandakan kesedihan, tapi tidak bagiku. Hujan itu membawa kebahagiaan. Jika hujan tak kunjung datang, aku merindukannya. Sama sepertimu. Saat bersamamu, kebahagiaan yang aku dapatkan berkali-kali lipat banyaknya. Dan saat aku jauh darimu, aku begitu merindukanmu. Arraseo?”
“Oppa, saranghae.”
“Nado, saranghae Lee Min Rin.”
Biasanya aku akan protes jika Dong Hae oppa memanggilku demikian. Tapi kali ini, aku justru merasakan sebaliknya. Aku justru ingin cepat-cepat mengganti margaku dengan marga Lee miliknya.

~~~ END ~~~


Satu lagi tulisan yang aku ikutin lomba, and.. belum menang :D :D
all is well, mesti terus ngasah kemampuan nulis.. :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar