Part 1 : Undlecared Love
Part 2 : Hello or Goodbye
Saat kucoba tuk melupakanmu, kau justru mengikatku kembali.
Jangan salahkan diriku jika kelak aku tak akan melepasmu untuk kedua kalinya.
Yun memandang sebuket Azalea yang tergeletak layu di sudut
kamarnya. Azalea, bunga yang melambangkan cinta pertama. Bunga yang diberikan
langsung oleh Min Hwa beberapa bulan yang lalu. Tepat saat dia akan melupakan
sosok Min Hwa, gadis musim dingin pencuri hatinya.
“Yun-ah.”
Yun membalikkan badan, mencari orang
yang telah memanggilnya. Matanya membulat, namun sedetik kemudian dia
mengembalikan ekspresi dingin yang khas di wajahnya. Diamatinya gadis yang saat
ini berdiri satu meter di hadapannya tersebut.
“Ada yang ingin aku bicarakan padamu.”
“Hmm.”
“Bunga ini, tulip kuning. Apakah kau
yang meletakkan bunga ini setiap minggu di bangku itu?”
Yun melirik sekilas pada tempat yang
ditunjuk Min Hwa. Merasa terpojok, diapun mengangguk sebagai jawaban atas
pertanyaan Min Hwa.
“Wae? Mengapa
tulip kuning? Dan, siapa ‘gadis musim dingin’ yang kau maksud di tulisan ini?”
Yun memalingkan wajahnya. Tak mampu membalas
tatapan Min Hwa yang teduh namun menyiratkan keingin-tahuan yang besar.
“Apakah itu aku?”
Yun diam. Bingung harus menjawab apa.
Mau mengelak rasanya percuma. Dia sudah tertangkap basah.
“Ne.”
Akhirnya Yun mampu membuka mulutnya.
Dia menjawab pelan, sangat pelan. Bahkan jika ada angin yang berhembus, maka
Min Hwa tak akan pernah bisa mendengar kata yang baru saja keluar dari mulut
Yun.
“Mengapa tulip kuning?” Tanya Min Hwa
sekali lagi. Dia tahu betul makna dari bunga ini. Hanya saja dia tidak paham
mengapa bunga itu yang dipilih Yun sebagai ungkapan perasaannya.
Yun mendesah frustasi, lalu memandang
ke arah Min Hwa. “Karena sudah tak ada harapan untukku. Tak ada harapan untuk
bersamamu.”
“Kau bahkan belum mencoba. Tapi sudah
mengatakan tak ada harapan?”
“Sudah cukup jelas bukan? Kau sudah
ada Tae Min-ssi disisimu. Aku tidak mau menjadi penganggu hubungan kalian. Jadi…
sebaiknya aku mundur perlahan.”
“Karena itu kau menghindariku dua
bulan ini?”
Yun mengangguk. Dia menengadah,
menahan gejolak di dadanya. Lidahnya kelu. Dia tak sanggup lagi jika harus
mengutarakan apa yang dia rasakan. Dia takut pertahanannya runtuh.
“Pabo. Tae Min
itu adikku.”
“Mwo? Dongsaeng?”
Kenangan di awal musim
semi pada Bulan April lalu terlintas dibenak Yun. Sejak saat itu Yun dan Min
Hwa resmi menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih. Seharusnya Yun bahagia
karena akhirnya dia bisa mendapatkan gadis pujaannya. Namun tidak demikian. Yun
justru merasa bersalah. Karena Yun tak menyangka jika Teo, sahabat baiknya juga
memendam perasaan yang sama pada Min Hwa. Hubungannya dengan Teo perlahan
merenggang. Teo selalu menjauhinya. Meskipun mereka selalu bersama –perform Lunafly—semua
itu semata-mata Teo jalani sebagai tuntutan profesi. Teo masih terlalu kesal
untuk sekadar menyapa Yun.
“Teo-ya, mianhae.”
***
Sore yang panas di Ichigo café. Pertengahan bulan Juni memang
puncak dari musim panas yang menyelimuti kota Seoul. Peluh membanjiri kening
semua pegawai Ichigo Café, tak terkecuali Yun. Sesekali Yun mengusap keningnya,
menjaga penampilan agar tidak kusam.
“Yun-ah. Tolong ke
ruanganku sebentar.”
Yun menoleh ke arah pintu dapur. Di sana berdiri manajer dari
Café ini, Lee Tae Min. Tanpa membuang waktu, Yun segera beranjak dari
pekerjaannya dan naik ke lantai dua. Entahlah apa yang akan Tae Min bicarakan.
Mungkin menyangkut Min Hwa, karena sebentar lagi adalah hari special untuk
kekasihnya tersebut.
“Ada apa kau memanggilku, Tae Min-ssi?”
“Tidak perlu seformal itu. Kita hanya berdua di ruangan ini.
Kau masih saja kaku padaku. Apa kau masih cemburu padaku, hyung?”
“Aniya. Bukan
begitu… aku hanya….”
“Hahaha, kau ini sangat mudah digoda Yun-ah. Lihatlah, wajahmu memerah.” Tae Min tertawa melihat perubahan mimik
wajah Yun. Yah, jika menyangkut kakak kembar dari bosnya itu, Yun tidak bisa
berkutik.
”Kau tahu kan sebentar lagi ulang tahun Min Hwa?”
“Ne. Tentu saja aku
ingat. Lalu?”
“Aku ingin membuat pesta kejutan untuknya. Semalam aku sudah
merencanakannya dengan Dong Hae hyung.
Dia menyetujui ideku. Bagaimana denganmu? Apakah kau mau membantuku?”
Kedua alis mata Yun bertaut. Heran dengan sikap Tae Min, tak
biasanya dia seperti ini. Selama ini Tae Min dikenal sebagai sosok yang
pendiam. Tidak usil, baru kali ini Yun melihat keisengan Tae Min.
“Apa yang harus aku lakukan?”
***
“Min Hwa-ya.”
Sebuah teriakan menggema di pinggir taman. Orang yang
dipanggil segera menoleh ke sumber suara. Sebuah lengkungan ke atas tercipta
dari sudut bibir gadis bernama Min Hwa tersebut. Bahagia. Itulah yang
dirasakannya saat ini. Sebulan mereka tidak bertemu. Yun sibuk promosi album
perdana Lunafly.
“Kau sudah lama menunggu?”
“Ani. Aku baru
datang. Kita akan kemana?”
“Udara siang ini sangat cerah. Pantai, otte?”
Mata Min Hwa berbinar mendengar ajakan Yun. Dia sangat
antusias. Sudah sebulan dia ingin liburan ke pantai, namun belum juga
terlaksana. Dong Hwa sibuk dengan pekerjaan di Lee Company, Dong Hae sibuk
mengajar, dan Tae Min sibuk mengurusi Café.
“Bagaimana kau tahu kalau aku ingin ke pantai?”
Tanya Min Hwa menyelidik. Yun mengusap dagunya, seolah
berpikir keras. Lalu dia mencondongkan tubuhnya ke sisi kiri Min Hwa. Berbisik
tepat di dekat telinga Min Hwa. “Aku bisa membaca apa yang kau pikirkan, chagi.”
Min Hwa mematung. Untuk pertama kalinya Yun bersikap romantic.
Chagi? Apa pendengarannya masih normal? Dicubit pelan baku tangannya.
“Aww.”
“Appo? Tentu saja
sakit. Aish, jangan menatap seperti itu. Aku hanya bergurau. Hahaha. Tidak
mungkin aku bisa membaca pikiran. Aku mengajakmu ke pantai karena memang di
musim seperti ini pantai selalu jadi tempat menarik untuk dikunjungi.”
“Bukan, bukan itu. Kau bilang apa tadi? Yang terakhir?”
“Chagi?”
“Aigo, apa kau
benar-benar Han Seung Yun? Kau sangat aneh hari ini.”
Yun mengacak puncak kepala Min Hwa. Gemas melihat tingkah Min
Hwa. Yun tipe cowok yang sulit bersikap romantis. Jarang sekali dia mengucapkan
kata-kata sayang. Tak heran jika Min Hwa merasa aneh dengan perubahan Yun.
“Wae? Kau tak
suka? Geurae, aku tak akan
memanggilmu seperti itu lagi.”
“Yak! Siapa bilang aku tak suka. Aku suka.”
Min Hwa berjalan mendahului Yun. Menyembunyikan semburat
merah yang bertengger di kedua pipinya. Dia malu jika Yun melihatnya tersipu
seperti ini.
“Min Hwa-ya.”
“Ada apa lagi?”
“Kau mau kemana? Halte bus ada di sana?”
Min Hwa melongo melihat jari telunjuk Yun yang menunjuk arah
sebaliknya. Dia tertawa hambar, berbalik melangkah ke arah yang ditunjuk Yun.
Pantai Eurwangi menjadi
tempat favorit liburan saat musim panas. Dekat dengan Seoul dan Incheon.
Dikelilingi dengan pohon-pohon pinus dan batu-batuan yang sangat indah. Pantainya terkenal juga dengan kerang-kerang dan pasir
putihnya, harus berhati-hati kalau berjalan tidak memakai alas kaki. Pantai
inilah yang akan jadi tujuan dari Yun dan Min Hwa.
“Kita akan ke pantai mana, Yun-ah?”
“Eurwangni. Kudengar pemandangan sore hari di pantai itu
sangat indah. Wae? Atau kau ingin ke
pantai yang lain?”
“Tidak. Pantai Eurwangni memang sangat bagus. Aku pernah
sekali ke sana, dulu saat masih junior
high school. Kau pasti suka.”
Yun ikut tersenyum melihat keceriaan yang terpancar dari
paras Min Hwa. Syukurlah kalau Min Hwa menyukainya. Tanpa Min Hwa sadari, saat
Min Hwa sibuk mengamati ke luar jendela bus. Yun mengambil foto Min Hwa.
***
Senja di pantai yang terletak di pesisir barat kota Seoul
ini memang indah. Bersantai di bawah pohon pinus sembari menyaksikan matahari
terbenam menjadi nikmat tersendiri untuk seorang Yun. Begitupun gadis di
sebelahnya, Min Hwa menatap lurus di batas cakrawala. Untuk berkedip saja
rasanya dia tak rela, takut melewatkan moment yang mempesona tersebut.
“Yun-ah, kau masih
mendiamkan Teo?”
Min Hwa mencoba memecah keheningan di antara mereka. Yun
yang mendengar pertanyaan seperti itu hanya tersenyum miris. Gadis ini polos
atau memang pura-pura tidak tahu. Padahal gadis inilah yang menceritakan kejadian
di Lucky Florist bulan April silam.
“Kau tahu pasti bukan aku yang mendiamkan Teo. Tapi dia yang
selalu menghindariku. Bahkan kedekatan kita di atas panggung hanya sebatas
profesionalitas kerja. Saat latihan dia tak pernah mau bertegur sapa denganku.
Aku….”
Min Hwa melingkarkan tangannya di lengan Yun. Kepalanya ia
senderkan pada bahu Yun. Mendapat perlakuan demikian, Yun terdiam. Tak jadi
melanjutkan kalimatnya.
“Aku tahu. Maafkan aku. Karena aku kalian jadi seperti ini.”
“Kau tak perlu minta maaf. Min Hwa-ya, aku ada permintaan. Maukah kau mengabulkannya?”
“Permintaan? Mwonde?”
“Kita…” Yun menghela nafas berat, matanya terpejam.
Hati-hati dia melanjutkan kalimatnya. “Kita akhiri saja hubungan ini.”
Bagai disambar petir, tubuh Min Hwa menegang. Semenit yang lalu
mereka masih baik-baik saja. Sekarang tanpa ada aba-aba, Yun ingin mengakhiri
hubungan mereka.
“Yun, kau bercanda kan? Leluconmu tidak lucu?”
Min Hwa menatap tepat ke manik mata Yun. Tidak ada
kebohongan di sana. Yun, benar-benar ingin putus darinya. Mengapa?
***
Setelah perjalanan ke pantai akhir bulan Juni lalu. Yun dan
Min Hwa tidak pernah lagi bertemu. Yun keluar dari kerja paruh waktu di Ichigo Café.
Perusahaan rekaman mengharuskan Lunafly berlatih dari pagi hingga malam.
Persiapan konser menyita seluruh waktunya. Setidaknya dengan menyibukkan diri, Yun
bisa sedikit melupakan Min Hwa.
Keputusan sulit yang memaksanya harus kehilangan Min Hwa
untuk sementara. Yah semua ini ide gila dari Tae Min. Jika tidak menurutinya
dia mengancam tak akan merestui hubungan mereka. Sialnya Yun menyetujui usulan
Tae Min yang sedikit beresiko tersebut.
Setelah penantian panjang, hari yang ditunggu oleh Yun tiba.
Tanggal 18 Juli, hari special bagi Min Hwa dan Tae Min. Tiga hari ini Yun tidak
berhubungan dengan keluarga Lee. Ponselnya rusak, terjatuh saat latihan. Dia
tak mungkin mengunjungi Ichigo Café, takut rencananya terbongkar. Yun tak
mungkin meminjam ponsel Teo untuk menghubungi Tae Min. Meskipun mereka telah
kembali dekat –setelah Teo tahu Yun sudah putus dengan Min Hwa— tak ada alasan
kuat untuk Yun bermain ke kampus Teo. Alih-alih bertemu dengan Dong Hae, justru
Teo akan kembali mendiamkannya.
Yun membawa sebuket bunga Daisy dan dua bingkisan kertas
sebagai hadiah untuk Min Hwa serta Tae Min. Setibanya di Ichigo Café, Yun
bingung karena mendapati suasana café yang sepi. Tak ada kemeriahan pesta,
semua terlihat biasa saja.
Yun menghampiri salah seorang pegawai, teman dekatnya saat
dulu bekerja di sini. “Seo Mi-ya,
apakah manajer Lee ada di ruangannya?”
“Manajer Lee? Astaga, Yun-ah. Kau belum mendengar kabar itu?”
“Kabar apa?”
“Nona Lee, saudara kembar manajer Lee kecelakaan dua hari
yang lalu. Sekarang dia koma di Rumah Sakit Seoul.”
Yaakk... yakkk.. kenapa seperti ini akhir cerita part 3?
BalasHapusKecelakaan??? Mwoya??
heumm.. FF ini penuh dengan bunga-bunga..
Mau dong dikasih bunga sama Yun. #ngarepBanget.
Sayangnya ni eonn, alur dan narasi cerita pas Yun and' Min Hwa jadian agak cepet. jadi feelnya kurang terasa.
Ditunggu part selanjutnya ya!
Nee...
Hapusgomawo atas sarannya.. nanti akan aku perbaiki lagi :)
mian, karena emang permintaan dari sananya minta mesti sad ending. Maka dari itu aku buat sedih di akhir part ini. Kan part terakhir udah anti-klimaks
Hehehe
makasi dear, sudah nyempetin RCL ^^