Title : Ttorawa
Cast : Kim Ha Won – Tan Han Geng, find
by your self
Length : Oneshoot
Genre : Romance, Family, Friendship
Rated : G (General)
Disc : Tan Han Geng dan Super Junior member milik
Tuhan, orangtuanya dan seluruh ELF di dunia. Cast lain milik author. Ide cerita
murni dari otak author. Jika ada kemiripan jalan cerita, itu hanya kebetulan
semata tanpa ada unsur plagiat dari sumber lain. Don’t copast. Don’t bash. Don’t
don yang lain pokoknya!!! Kalo gak suka, gak usah baca. Hidup kok dibuat susah.
WARNING Typos dan kawan-kawannya!!! Alur yang ketebak
maupun feel yang datar sedatar muka Jung Taek Won #abaikanbagianini ^^
FF ini sudah dibuat sejak seminggu yang lalu tapi karena
kemalasan author dan lambannya kinerja otak author selambat jalannya ddangkoma,
sekarang baru kelar dan bisa diposting. Ah ya, FF ini special pesanan dari
madunya si abang ikan Mokpo. Uri chingu, leader dari 91L #keceplosan
Semoga kau menyukainya Pena ^^
Akhir musim
dingin kali ini tak lagi sedingin salju yang mulai mencair. Perlahan kebekuan
hatiku pun ikut meleleh mengetahui kau masih mengharapkanku. (Tan Han Geng)
Seperti mereka
yang mengharapkanmu untuk kembali. Aku pun berharap kau mau melihatku kembali.
(Kim Ha Won)
--- Story Begin ---
Kini aku sadar ternyata menunggu
itu sangat tidak menyenangkan. Masih dua hari lagi. Dan aku benar-benar tak
sabar menanti hari Minggu tiba. Hari yang special untuk seseorang yang sangat
special bagiku. Ah, kurasa tidak hanya bagiku. Tapi juga untuk kakak sepupuku.
Orang yang selalu dirindukannya.
“Oppa.” Teriakku begitu sampai di
Mobit. Seorang pria berkepala besar berada di belakang meja kasir.
“Eoh? Kau datang? Tumben sepagi ini
kau sudah kemari. Pasti kau ingin sesuatu.”
“Hehehe, kau perhatian sekali
padaku oppa.”
“Ck, tak usah merayuku. Kau sangat
mudah ditebak, Ha Won-ah.”
Aku terkikik geli mendengar
gerutuan Jong Woon oppa. Sepupuku dari pihak ibu. Si kepala besar yang dikenal
dunia dengan nama Yesung. Segera kubawa tubuhku masuk ke ruang staff.
Bagaimanapun aku masih punya tatakrama. Tidak mungkin aku mengajak Yesung
mengobrol di depan pelanggan.
“Jong Jin oppa di mana?”
“Dia sedang menjemput Hee Young.
Hari aku ada kencan dengannya, wae? Kau merindukannya?”
“Aish, aniya. Kau sama sekali tak
tahu istilah basa-basi oppa.”
Yesung tergelak mendengar
keluhanku. Pria ini benar-benar berkepribadian aneh. Tak ada hal lucu tetapi
dia tertawa sampai memegangi perutnya. Kesal karena dia tak kunjung
menghentikan tawanya. Kutendang asal kaki kirinya.
“Argh… Yak, appo.” Ujar Yesung
sambil mengusap tulang keringnya yang aku jamin sudah tercetak lebam di sana.
Kujulurkan lidahku, berpura tak
mendengar protes dari bibirnya. Sejenak kami sibuk dengan ponsel masing-masing.
Pesan dari Yumi, kekasih Hee Chul oppa. Sepupu dari pihak ayahku. Ayah Hee Chul
adalah kakak ayahku. Jangan kalian kira menjadi sepupu dari seorang Hallyu star
itu membanggakan. Tidak sama sekali. Bagiku hal itu sungguh merepotkan. Hampir
setiap minggu ada saja gadis yang menitipkan kado untuk mereka. Menyebalkan.
Memangnya aku ini tukang pos?
“Ha Won-ah, kau belum menjawab
pertanyaanku. Untuk apa kau kemari sepagi ini?” Tanya Yesung memecah keheningan
di antara kami.
“Aku ada janji dengan Yumi. Waeyo?”
“Ani, tidak biasanya kau bangun
sepagi ini.”
PLETAK…
“Yak, kenapa kau menjitakku? Ck,
gadis ini tak ada manis-manisnya sama sekali.”
“Siapa suruh meledekku?”
Yesung mendelik. Tatapannya
menyelidik. Kualihkan pandanganku pada layar ponsel. Menghindari tatapan
mengintimidasi darinya. Kesal karena tak kuacuhkan, Yesung mendengus kasar.
“Terserah kau saja. Hee Young sudah
di depan, aku pergi dulu.”
“Yak oppa, aku belum jadi bertanya
padamu. Yak, oppa,” teriakku sambil mengejar Yesung. Mencegahnya keluar dari
pintu belakang.
“Bukankah kau bilang akan bertemu
Yumi. Lalu apa hubungannya denganku?”
“Itu… itu… aku ingin bertanya
soal…”
“Gege?”
“Eh? Maksudku….”
“Hahaha, kau bicarakan dengan Yumi
saja. Hee Chul hyung sudah mengatur segalanya.”
Belum sempat aku membalas perkataan
Yesung, dia sudah pergi. Aku tak bergeming di ambang pintu. Masih mencerna
maksud ucapan si kepala besar tadi. Rencana Hee Chul? Yumi? Apalagi yang
direncanakan pemuda cantik itu.
“Aish. Aku bisa gila kalau seperti
ini. Oppa… kau harus membayar mahal eoh? Dan jangan sampai kau tak datang,”
kataku sambil menatap layar ponsel yang menampilkan seorang lelaki tampan
berpotongan mowhak.
“Wah, tampan sekali. Pantas saja
uri Ha Won jatuh cinta padanya.”
“Astaga…” ujarku sambil mengelus
dada. Makhluk satu ini tak jauh berbeda dengan kakaknya. Suka usil dan memiliki
tingkat kepercayaan diri yang tinggi.
“Kim Jong Jin!!! Kau ingin aku
terkena serangan jantung?” bentakku kasar, tak peduli suaraku terdengar orang
lain. Aku terlampau kesal dengan ulahnya.
“Hahaha, tak usah melotot seperti
itu. Matamu akan tetap sipit, Ha Won-ah.”
“Yak!”
Jong Jin tak menghiraukanku, dia
melangkah santai masuk ke dalam Café. Bergegas menuju meja kasir.
Meninggalkanku yang masih menggerutu tak jelas.
---ooo---
“Party?”
“Hem. Hee Chul oppa yang
merencanakan semuanya. Kita tinggal ikut rencananya. Kau mau kan?”
“Yumi, kau yakin? Apa tak masalah
aku ikut? Kau tahu sendiri jika…”
“Wae? Bukankah kau juga ingin
bertemu dengannya? Kau tak merindukannya?”
Kepalaku menunduk dalam. Memang
benar apa yang dikatakan Yumi. Tapi tak semudah itu untuk bertemu dengannya.
Bahkan sejak dua tahun yang lalu dia sama sekali tak memberi kabar padaku.
Kurasa dia benar-benar kecewa padaku. Salahku menyakiti lelaki sebaik dirinya.
“Gwaenchana. Semua akan baik-baik
saja. Ini keinginan Hee Chul oppa, memangnya kita bisa membantah? Kau ingin dia
mendiamkanmu seperti dulu?”
“Yumi-ya…”
“Kurasa dia juga sudah melupakan
kejadian yang lalu. Bukankah dia sangat menyayangimu. Rasa cintanya padamu
lebih besar dari rasa cintamu padanya, Ha Won-ah. Bahkan dia rela melepasmu
demi kebahagiaanmu.”
Mendengar cecaran Yumi, aku semakin
tertunduk. Perasaan bersalah itu kembali menghinggapiku. Keputusan konyol yang
membuatku kehilangan orang special di kehidupanku. Tindakan gegabah karena
sifat labilku. Pilihan yang menyakiti banyak pihak.
“Ha Won-ah, mian…”
“Mian? Untuk apa? Semua yang kau
katakan benar, Yumi-ya. Aku merutuki kebodohanku di masa lalu. Andaikan aku tak
sekeras-kepala itu. Pasti saat ini aku bahagia bersamanya.”
“Ha Won-ah…”
“Wae? Jangan khawatir. Aku tidak
apa-apa. Eum, sudah sangat siang. Sebaiknya kita segera berbelanja. Banyak yang
mesti kita beli bukan?”
Yumi terlihat sungkan. Aku mencoba
bersikap biasa saja. Menganggap apa yang dia ucapkan barusan sebagai angin lalu.
Aku tak ingin mengacaukan rencana yang sudah dibuat sepasang kekasih—Hee Chul
dan Yumi—sejak sebulan yang lalu ini. Selain itu, aku benar-benar
merindukannya. Dia, Tan Han Geng.
---ooo---
Jumat yang melelahkan. Sudah pukul
sepuluh malam tapi syuting belum juga berakhir. Tanganku menggapai ponsel putih
yang terletak di atas meja. 5 missed call, 3 pesan singkat. Cinderella? Dia
pasti marah karena telponnya tak kuangkat. Segera kubuka satu per satu pesan
yang masuk. Benar tebakanku, dia mengamuk.
From: Cinderella
Yak, kenapa telponku tak kau
angkat?
From: Cinderella
TAN HAN GENG. Kau mau mati? Angkat
telponku. Palliwa!!!
From: Cinderella
Baiklah kalau itu yang kau mau.
Kita putus!!!
Aku terkekeh membaca pesan yang
tertera di layar. Orang ini sama sekali tak berubah. Membuatku semakin
merindukannya. Senyum terkembang dari sudut bibirku, seketika lelah yang
menggelayutiku hilang. Segera kuketik pesan balasan, berharap dia mau mengerti
alasanku tak mengangkat telpon darinya.
To: Cinderella
Aku sedang di lokasi syuting. Putus? Bukankah kita memang sudah putus
sejak lama? Kkk~~ Mianhae, aku akan menelponmu begitu syutingku selesai.
“Han Geng, bersiaplah. Kita akan
melanjutkan syuting.”
“Aku akan segera ke sana direktur.
Tunggu sebentar.”
Segera kuletakkan kembali ponselku.
Panggilan dari direktur Huang, asisten sutradara memaksaku untuk beranjak dari
kursi empuk ini. Yah, aku harus profesional. Ini semua jalan yang aku pilih,
aku harus mempertanggungjawabkannya.
---ooo---
“Yeobseyo.”
“…”
“Kau sudah tidur?”
“…”
“Mianhae. Aku baru selesai syuting.
Jigeum? Aku sedang dalam perjalanan pulang ke apartemen. Hem, tubuhku lelah
sekali.”
“…”
“Arra. Aku tak akan lupa. Aku
usahakan… Baiklah, selamat malam.”
Pip.
Sambungan telpon terputus. Kulempar
pandangan ke luar jendela mobil. Melihat hiruk pikuk mobil yang melintas dan
lampu kota yang berwarna-warni.
Hari Minggu? Aku tak sabar menanti
hari itu tiba. Ada harapan semoga aku bisa bertemu dengannya. Gadis yang tanpa
ijin telah mencuri hatiku.
---ooo---
Aku duduk gelisah sambil melirik
pergelangan tangan kiriku. Pukul delapan, namun orang itu tak muncul juga.
Ujung dress yang kupakai sedikit kusut karena sering kutarik. Menutupi
kegugupanku. Dengan kesal aku melangkah masuk untuk melampiaskan emosiku.
“Yak, oppa! Yumi! Aku bisa mati
kedinginan jika terus-terusan di luar. Jebal, aku di sini saja ne.”
“ANDWAE!!! Kau sudah berjanji
mengikuti rencanaku Ha Won-ah. Jadi kau tunggu di balkon. Tidak ada penolakan.”
“Aish… tapi sudah satu jam dan
tidak ada tanda-tanda dia akan datang, oppa. Yumi-ya, tolong bujuk kekasihmu
itu agar mengijinkanku menunggu di sini, eoh? Jebal…”
“Ha Won ada benarnya oppa. Kasian
dia. Dia pasti sangat kedinginan, lihatlah gaun yang dia pakai sangat minim.
Bahkan lengannya tak tertutupi sehelai benang pun.”
Hee Chul melirikku sekilas. Diusap
dagunya yang runcing, seolah memikirkan penyelesain dari soal matematika yang
sangat rumit.
Teetttt… Teetttt…
Bunyi bel mengalihkan perhatian
kami bertiga. Yumi mengintip intercom. Rupanya Sung Min dan Kyu Hyun yang
datang. Mereka tidak hanya berdua, ada dua gadis yang mengekor di belakang.
Sung Rin kekasih si setan magnae, dan Ha Neul gadis yang sedang dekat dengan prince
aegyo.
“Aku kira Han Geng yang datang.
Ternyata kalian. Ck.”
“Wae? Kau tak suka kami datang?
Yasudah, kajja kita pergi dari sini Rin-ah.” Seloroh Kyu Hyun pura-pura marah
lalu menarik kekasihnya melangkah menuju ke pintu.
“Hahaha, jangan terlalu dipikirkan
ucapannya. Sung Rin-ah, kajja masuk.”
“Yak, yak, kenapa hanya Sung Rin
yang kau ajak?” protes si evil tak terima. Aku terkikik geli melihat perdebatan
di antara mereka. Selalu seperti itu. Yumi dan Kyu Hyun bagai tikus dengan
kucing yang susah akur.
Kuhampiri Ha Neul, menariknya masuk
dan mendudukkannya di sofa empuk yang tersedia. “Kau pasti lelah. Istirahatlah
dulu, tak usah kau pedulikan mereka. Kau hanya akan mendapat sakit kepala
menyaksikan tingkah kekanakan mereka.”
“MWO? Hei, Kim Ha Won! Kau
meledekku?” pekik Kyu Hyun tak terima. Aku mengangguk membenarkan pertanyaan.
Malas menanggapi. Kupasang wajah sedatar mungkin, tak mempedulikan tatapan
membunuh darinya.
“Oppa, lihatlah. Mulut adik
sepupumu ini memang minta di sekolahkan.” Kali ini sindiran Yumi menggelitik
telingaku. Aku memasang muka tak acuh. Sedang Hee Chul yang mendapat laporan
dari kekasihnya hanya bisa mencibir.
“Tapi yang dikatakan Ha Won ada
benarnya, Yumi-ya. Melihat Kyu Hyun dan Sung Rin yang berdebat di sepanjang
perjalanan sudah membuat telinga kami merah. Setibanya di sini kau mengundang
perang lagi. Ck, kasian Ha Neul. Lihatlah, wajahnya sudah pucat pasi.”
Aku dan Ha Neul mengulum senyum.
Senang mendengar pembelaan dari Sung Min oppa. `Ah, dia selalu bisa
diandalkan,` batinku.
“Sudahlah chagi. Mengalah saja. Kau
hanya perlu mengabaikan mereka, arratchi?”
Ucapan Hee Chul sontak membuat
semua mata melotot ke arahnya. Sedangkan Yumi melonjak girang mendengar
kekasihnya membela dirinya. Kyu Hyun yang sudah lelah meletakkan bokongnya di
lantai. Perjalanan Seoul ke Hunan tidaklah dekat.
“Ha Won-ah, pakai ini.”
Kutangkap selimut tipis yang
dilempar Yumi. Hee Chul tertawa miring. Aku bergidik ngeri melihatnya. Apa lagi
yang pasangan ini rencanakan?
“Han Geng mengirimiku pesan. Dia
sudah sampai di basement. Cepat keluar, kau tunggu di balkon.”
Aku mendengus kesal. Gerutuan
meluncur mulus di bibir tipisku. Seandainya
Yumi tak mengancamku, aku malas ikut ke sini. Tidak sepenuhnya benar seperti
itu. Aku ingin bertemu dengannya. Tapi tidak dengan cara seperti ini. Diperintah
oleh sepasang kekasih tengil. Menyebalkan.
---ooo---
“Saengil chukkae hyung.” Teriak Kyu Hyun dan
Sung Min bersamaan. Ck, mereka berdua masih sangat kompak ternyata. Dan
lihatlah, sekarang mereka terlihat makmur. Tak lagi kurus, tubuh mereka
sekarang tak jauh berbeda dengan Shin Dong.
“Gomawo,” jawabku tulus. Sudut
bibirku terangkat membentuk sebuah senyuman.
“Saengil chukkae oppa.”
Dahiku berkerut, belum pernah
melihat dua gadis yang baru saja mengucapkan selamat padaku. Apa mereka fans?
Tapi…
“Kenalkan hyung, dia Park Sung Rin.
Kekasihku. Adik dari Min Rin noona, kekasih Dong Hae hyung.”
“Dong Hae sudah punya kekasih?”
pertanyaan itu meluncur begitu saja dari bibirku. Ada sedikit kebahagian
menyeruak masuk ke rongga dadaku.
“Ne. Mereka bertemu di ulang tahun
Yesung hyung tahun lalu. Hyung ingat
yeoja cantik yang datang bersama Hee Young—kekasih Yesung? Selang sebulan Dong
Hae dan Min Rin jadian. Dan kenalkan yeoja yang tak kalah cantik ini, namanya
Ha Neul. Hem, dia calon kekasihku.”
“Mwo? Calon kekasih? Hahahaha. Lee
Sung Min, ternyata kau masih saja lambat. Nona manis, bersabarlah menghadapi
namja imut ini.”
Semua tertawa mendengarku menggoda
Sung Min. Mataku menatap sekeliling ruangan. Ada sedikit kekecewaan tak
mendapatinya berada di sini. Mataku berserobok dengan tatapan Hee Chul. Dia
berdiri dari tempatnya duduk. Menghampiri dan menarikku ke dalam pelukannya.
Selalu saja seperti ini. Dia tak pernah berubah. Kakak yang selalu
menyayangiku.
“Hyung, jangan seperti ini. Yumi
bisa salah paham. Lihatlah, bibirnya sudah mengerucut kesal. Hahahaha.”
“Gege. Aku tidak cemburu pada
kalian. Kalau kau mau, kau boleh membawanya pergi.”
“Kau dengar? Dia tidak benar-benar
mencintaiku Geng-ah. Bahkan dia merelakanku untukmu.”
Ucapan Hee Chu menyentakku. Apa
ini? Kenapa rasanya sesak? Aku seperti de javu. Berkelebat bayangan berputar di
otakku. Gadis itu, dia benar-benar membuatku gila. Aku hanya bisa menampilkan
senyum kikuk mendengar guaruan Hee Chul.
“Hyung, mana kado untukku?” ujarku
mencoba menetralkan suasana. Menutupi kegelisahanku akibat ucapan Hee Chul
barusan.
“Kado untukmu kami letakkan di
balkon, gege. Ambillah.”
Kulirik Yumi. Jawaban darinya
sedikit aneh. Buat apa meletekkan kado di balkon? Ini masih musim dingin, apa
mereka ingin mengerjaiku? Yumi menampilkan senyum polosnya. Belum sempat aku
melontarkan pertanyaan. Hee Chul sudah mendorongku untuk menuju balkon.
---ooo---
Kutempelkan telingaku ke pintu kaca
yang menjadi batas ruangan hotel dengan balkon tempatku berada. Menguping percakapan
seluruh penghuni ruangan tersebut. Ada kekhawatiran tersendiri, aku takut Hee
Chul mengatakan sesuatu yang aneh tentangku. Dan, sialnya hal itu terbukti. Yumi
dan Hee Chul sengaja memancing masa lalu kami. Oh Tuhan, bagaimana aku bisa
menemuinya? Saat ini pasti wajahku sudah memerah menahan malu.
Telingaku menangkap suara langkah
kaki yang mendekat. Segera kujauhkan tubuhku dari pintu. Aku bersembunyi di
pojok balkon. Lebih tepatnya disebut berdiri, karena tidak ada apapun yang bisa
menutupi tubuhku kecuali selimut tipis pemberian Yumi tadi.
“Hyung, tidak ada apa-apa di sini.”
Kudengar teriakan Han Geng sambil
menengok ke samping kanan. Aku tak bisa melihat ekspresi Hee Chul. Tapi dapat
kupastikan saat ini pasti dia sedang memamerkan senyum miringnya. Kuatur detak
jantungku yang mendadak bekerja tak normal. Perlahan aku melangkah ke depan
sosok yang sangat aku rindukan ini.
“Saengil chukkae hamnida. Saengil chukkae
hamnida. Saranghaneun uri Gege. Saengil chukkae hamnida.”
Bibirku melantunkan sebuah lagu
khas ulangtahun. Sesekali tanganku ikut bertepuk tangan sebagai iringan dari
lagu yang aku nyanyikan. Kuukir senyum semanis mungkin. Menghilangkan kegugupan
yang menyergap di antara kami.
Han Geng bergeming. Dia menatapku
tak percaya. Seolah aku hanyalah sebuah khayalan. Kuberanikan diri untuk
semakin mendekat ke arahnya.
“Gege,
aku ingin kita putus?”
“Ha
Won-ah. Wae geurae? Apa aku berbuat salah? Mianhae.”
“Aniya.
Bukan gege yang salah. Naneun. Akulah yang salah. Mian… tapi aku tak bisa
melanjutkan hubungan kita.”
“Beri
satu alasan agar aku bisa melepasmu, Ha Won-ah.”
“Aku…
aku… aku menyukai pria lain. Mianhae.”
“Nugu?
Dong Hae? Uri dongsaeng?”
Mataku
membelalak mendengar pertanyaannya. Skakmat. Aku terdiam. Bingung harus
menjawab apa. Aku tak menyangka Han Geng mengetahui rahasiaku. Rasanya aku
ingin menghilang dari hadapannya saat ini juga. Malu. Merasa bersalah. Entahlah
apa yang kurasakan saat ini. Mendadak kerja otakku menjadi lamban.
“Geutchi?
Jadi benar orang itu Dong Hae?”
Berhenti.
Kumohon, jangan terus memojokkanku. Aku merutuk dalam hati. Mengapa aku harus
menyakiti orang sebaik dia? Seandainya saja aku terlebih dulu mengenalnya
daripada Dong Hae. Mungkin saat ini aku telah mencintainya dengan sepenuh gati.
Maafkan aku, Gege.
“Baiklah.
Aku rela melepasmu jika pilihan itu akan membuatmu bahagia. Tapi percayalah,
rasa cintaku padamu lebih besar dari rasa cintamu pada Dong Hae.”
Air
mataku meleleh mendengar penjelasannya. Aku semakin merasa bersalah. Sungguh,
bagaimana bisa aku seegois ini?
***
Selang
satu bulan sejak perpisahanku dengan Han Geng. Aku memberanikan diri menyatakan
perasaanku pada Dong Hae. Tak kusangka Dong Hae menolak perasaanku. Dia merasa
bersalah pada Han Geng. Ah, laki-laki ini terlalu polos. Dia mengira aku masih
bersama Han Geng.
Selain
penolakan Dong Hae yang menghancurkan hatiku. Ada hal lain yang membuatku
serasa dijatuhkan dari lantai atas gendung yang memiliki ketinggian duapuluh
lantai. Hee Chul marah besar atas tindakan cerobohku ini. Aku tak masalah jika
hanya aku yang kena omelnya. Tapi Yumi, kekasihnya juga kena akibat dari
perbuatanku. Hee Chul mendiamkan Yumi sejak seminggu yang lalu. Di satu sisi,
Yesung dan Jong Jin juga terus-terusan menyalahkanku.
`Gege,
bogoshipposeo,` rintihku dalam hati. Tak kuat menanggung satiran yang
dilontarkan sepupuku. Aku mengerti sakit hati yang Han Geng rasakan. Luka
akibat dicampakan orang yang dicintai sungguh memilukan.
“Ha Won-ah.”
Senyumku terkembang mendengar bibir
tipisnya memanggil namaku. Panggilan yang sejak dua tahun lalu selalu aku
rindukan. Sapaan dengan nada yang sama seperti dulu saat kami masih bersama.
“Lama tak berjumpa. Gege, aku
merindukanmu.”
Mata elangnya melebar mendengar
lontaran kata dari bibirku. Aku terkekeh melihat reaksinya. Terlihat sangat
lucu. Menggemaskan sekaligus, err, tampan.
“Boleh aku memelukmu?” tanyaku
hati-hati. Aku masih belum mengetahui saat ini dia masih sendiri atau sudah
memiliki kekasih. Aku tidak boleh gegabah seperti dua tahun yang lalu.
“Eoh? Nde. Tentu saja. Kuanggap itu
sebagai hadiah ulangtahun darimu.”
Tawaku kembali mencuat mendengar
pernyataan polos darinya. Pria ini, dia sangat pintar menenangkan
kegelisahanku. Lihatlah. Sekarang aku tak lagi merasakan gugup berdekatan
dengannya.
Kupaksakan kakiku mendekati tubuh
bidangnya. Kedua tanganku terulur melingkari pinggangnya. Kemudian kepalaku
begitu saja aku letakkan di dadanya yang bidang. Kuhirup aroma maskulin dari
tubuhnya. Wangi parfum yang sama. Parfum pemberianku saat ulang tahunnya tiga
tahun yang lalu. Ternyata dia tak pernah berganti parfum. Aku mengulum senyum.
“Gege, kau tak merindukanku?”
“Tidak.”
“Jeongmal?” Kulepaskan paksa
pelukan sepihakku. Tak percaya dengan jawaban yang aku terima dari pertanyaanku
tadi. Mungkinkah dia sudah…
“Eoh. Aku tak pernah merindukanmu.
Karena setiap hari kau selalu ada di sini.”
Han Geng menggengam tanganku lalu
meletakkannya di atas dada kirinya.
“Gege, jangan menggodaku.”
“Aku tidak sedang menggodamu, nona
Kim. Aku sungguh-sungguh dengan ucapanku. Sekarang Dong Hae sudah memiliki
kekasih. Pada pria mana lagi kau jatuh cinta, nona Kim?”
BLUSH…
Sejak kapan Han Geng jadi
seromantis ini? Apa dia sedang berakting? Ah benar, mungkin ini hanya acting. Jangan
besar kepala Kim Ha Won.
“Jangan kau pikir ini hanya sekedar
acting, nona. Aku serius dengan ucapanku.”
“Aku… aku… Gege sendiri? Gadis mana
yang sekarang sedang menjadi kekasihmu?”
Han Geng menggeleng pelan. Lalu dia
menarikku ke depan pintu kaca yang tertutup gorden dari dalam.
“Kuharap gadis itu mau menjadi
kekasihku. Bisakah kau membujuknya?”
Han Geng menunjuk bayanganku di
kaca. Dengan posisi seperti ini terlihat Han Geng sedang memelukku dari
belakang. Rona merah kembali menghiasi pipiku. Kata-kata sederhana darinya
membuatku terbuai. Kumohon ini bukan sekedar mimpi. Jika memang mimpi, saat ini
aku tidak mau terbangun. Biarlah seperti ini.
Han Geng membalikkan tubuhku. Entah
mataku yang salah atau memang ini yang sedang terjadi. Wajah Han Geng terlihat
mendekat. Semakin dekat ke wajahku. Bahkan aku bisa merasakan embusan napasnya
menerpa wajahku. Bingung harus melakukan apa. Kupejamkan mataku. Pasrah dengan
apa yang akan dilakukan Han Geng.
“SAENGIL….” Sebuah teriakan
menyadarkanku. Mataku terbuka sempurna. Pintu kaca terbuka lebar begitupun
dengan gordennya. Menampilkan tiga pasang kekasih yang melongo.
“Ah, mian. Sepertinya kami
menganggu. Kalian lanjutkan saja lagi.” Celetuk si tengil Yumi.
“Hyung, kan sudah kubilang nanti
saja acara tiup lilinnya. Lihatlah. Ini nanggung sekali.” Keluh si setan
magnae.
---END---
Tidak ada komentar:
Posting Komentar