Minggu, 23 Februari 2014

[FanFiction] Han Geng - Ttorawa


Title       : Ttorawa
Cast       : Kim Ha Won – Tan Han Geng, find by your self
Length  : Oneshoot
Genre   : Romance, Family, Friendship
Rated    : G (General)
Disc   : Tan Han Geng dan Super Junior member milik Tuhan, orangtuanya dan seluruh ELF di dunia. Cast lain milik author. Ide cerita murni dari otak author. Jika ada kemiripan jalan cerita, itu hanya kebetulan semata tanpa ada unsur plagiat dari sumber lain. Don’t copast. Don’t bash. Don’t don yang lain pokoknya!!! Kalo gak suka, gak usah baca. Hidup kok dibuat susah.

WARNING Typos dan kawan-kawannya!!! Alur yang ketebak maupun feel yang datar sedatar muka Jung Taek Won #abaikanbagianini ^^

FF ini sudah dibuat sejak seminggu yang lalu tapi karena kemalasan author dan lambannya kinerja otak author selambat jalannya ddangkoma, sekarang baru kelar dan bisa diposting. Ah ya, FF ini special pesanan dari madunya si abang ikan Mokpo. Uri chingu, leader dari 91L #keceplosan
Semoga kau menyukainya Pena ^^

Akhir musim dingin kali ini tak lagi sedingin salju yang mulai mencair. Perlahan kebekuan hatiku pun ikut meleleh mengetahui kau masih mengharapkanku. (Tan Han Geng)
Seperti mereka yang mengharapkanmu untuk kembali. Aku pun berharap kau mau melihatku kembali. (Kim Ha Won)

--- Story Begin ---

Kini aku sadar ternyata menunggu itu sangat tidak menyenangkan. Masih dua hari lagi. Dan aku benar-benar tak sabar menanti hari Minggu tiba. Hari yang special untuk seseorang yang sangat special bagiku. Ah, kurasa tidak hanya bagiku. Tapi juga untuk kakak sepupuku. Orang yang selalu dirindukannya.
“Oppa.” Teriakku begitu sampai di Mobit. Seorang pria berkepala besar berada di belakang meja kasir.
“Eoh? Kau datang? Tumben sepagi ini kau sudah kemari. Pasti kau ingin sesuatu.”
“Hehehe, kau perhatian sekali padaku oppa.”
“Ck, tak usah merayuku. Kau sangat mudah ditebak, Ha Won-ah.”
Aku terkikik geli mendengar gerutuan Jong Woon oppa. Sepupuku dari pihak ibu. Si kepala besar yang dikenal dunia dengan nama Yesung. Segera kubawa tubuhku masuk ke ruang staff. Bagaimanapun aku masih punya tatakrama. Tidak mungkin aku mengajak Yesung mengobrol di depan pelanggan.
“Jong Jin oppa di mana?”
“Dia sedang menjemput Hee Young. Hari aku ada kencan dengannya, wae? Kau merindukannya?”
“Aish, aniya. Kau sama sekali tak tahu istilah basa-basi oppa.”
Yesung tergelak mendengar keluhanku. Pria ini benar-benar berkepribadian aneh. Tak ada hal lucu tetapi dia tertawa sampai memegangi perutnya. Kesal karena dia tak kunjung menghentikan tawanya. Kutendang asal kaki kirinya.
“Argh… Yak, appo.” Ujar Yesung sambil mengusap tulang keringnya yang aku jamin sudah tercetak lebam di sana.

Kujulurkan lidahku, berpura tak mendengar protes dari bibirnya. Sejenak kami sibuk dengan ponsel masing-masing. Pesan dari Yumi, kekasih Hee Chul oppa. Sepupu dari pihak ayahku. Ayah Hee Chul adalah kakak ayahku. Jangan kalian kira menjadi sepupu dari seorang Hallyu star itu membanggakan. Tidak sama sekali. Bagiku hal itu sungguh merepotkan. Hampir setiap minggu ada saja gadis yang menitipkan kado untuk mereka. Menyebalkan. Memangnya aku ini tukang pos?
“Ha Won-ah, kau belum menjawab pertanyaanku. Untuk apa kau kemari sepagi ini?” Tanya Yesung memecah keheningan di antara kami.
“Aku ada janji dengan Yumi. Waeyo?”
“Ani, tidak biasanya kau bangun sepagi ini.”
PLETAK…
“Yak, kenapa kau menjitakku? Ck, gadis ini tak ada manis-manisnya sama sekali.”
“Siapa suruh meledekku?”
Yesung mendelik. Tatapannya menyelidik. Kualihkan pandanganku pada layar ponsel. Menghindari tatapan mengintimidasi darinya. Kesal karena tak kuacuhkan, Yesung mendengus kasar.
“Terserah kau saja. Hee Young sudah di depan, aku pergi dulu.”
“Yak oppa, aku belum jadi bertanya padamu. Yak, oppa,” teriakku sambil mengejar Yesung. Mencegahnya keluar dari pintu belakang.
“Bukankah kau bilang akan bertemu Yumi. Lalu apa hubungannya denganku?”
“Itu… itu… aku ingin bertanya soal…”
“Gege?”
“Eh? Maksudku….”
“Hahaha, kau bicarakan dengan Yumi saja. Hee Chul hyung sudah mengatur segalanya.”
Belum sempat aku membalas perkataan Yesung, dia sudah pergi. Aku tak bergeming di ambang pintu. Masih mencerna maksud ucapan si kepala besar tadi. Rencana Hee Chul? Yumi? Apalagi yang direncanakan pemuda cantik itu.
“Aish. Aku bisa gila kalau seperti ini. Oppa… kau harus membayar mahal eoh? Dan jangan sampai kau tak datang,” kataku sambil menatap layar ponsel yang menampilkan seorang lelaki tampan berpotongan mowhak.
“Wah, tampan sekali. Pantas saja uri Ha Won jatuh cinta padanya.”
“Astaga…” ujarku sambil mengelus dada. Makhluk satu ini tak jauh berbeda dengan kakaknya. Suka usil dan memiliki tingkat kepercayaan diri yang tinggi.
“Kim Jong Jin!!! Kau ingin aku terkena serangan jantung?” bentakku kasar, tak peduli suaraku terdengar orang lain. Aku terlampau kesal dengan ulahnya.
“Hahaha, tak usah melotot seperti itu. Matamu akan tetap sipit, Ha Won-ah.”
“Yak!”
Jong Jin tak menghiraukanku, dia melangkah santai masuk ke dalam Café. Bergegas menuju meja kasir. Meninggalkanku yang masih menggerutu tak jelas.
---ooo---

“Party?”
“Hem. Hee Chul oppa yang merencanakan semuanya. Kita tinggal ikut rencananya. Kau mau kan?”
“Yumi, kau yakin? Apa tak masalah aku ikut? Kau tahu sendiri jika…”
“Wae? Bukankah kau juga ingin bertemu dengannya? Kau tak merindukannya?”
Kepalaku menunduk dalam. Memang benar apa yang dikatakan Yumi. Tapi tak semudah itu untuk bertemu dengannya. Bahkan sejak dua tahun yang lalu dia sama sekali tak memberi kabar padaku. Kurasa dia benar-benar kecewa padaku. Salahku menyakiti lelaki sebaik dirinya.
“Gwaenchana. Semua akan baik-baik saja. Ini keinginan Hee Chul oppa, memangnya kita bisa membantah? Kau ingin dia mendiamkanmu seperti dulu?”
“Yumi-ya…”
“Kurasa dia juga sudah melupakan kejadian yang lalu. Bukankah dia sangat menyayangimu. Rasa cintanya padamu lebih besar dari rasa cintamu padanya, Ha Won-ah. Bahkan dia rela melepasmu demi kebahagiaanmu.”
Mendengar cecaran Yumi, aku semakin tertunduk. Perasaan bersalah itu kembali menghinggapiku. Keputusan konyol yang membuatku kehilangan orang special di kehidupanku. Tindakan gegabah karena sifat labilku. Pilihan yang menyakiti banyak pihak.
“Ha Won-ah, mian…”
“Mian? Untuk apa? Semua yang kau katakan benar, Yumi-ya. Aku merutuki kebodohanku di masa lalu. Andaikan aku tak sekeras-kepala itu. Pasti saat ini aku bahagia bersamanya.”
“Ha Won-ah…”
“Wae? Jangan khawatir. Aku tidak apa-apa. Eum, sudah sangat siang. Sebaiknya kita segera berbelanja. Banyak yang mesti kita beli bukan?”
Yumi terlihat sungkan. Aku mencoba bersikap biasa saja. Menganggap apa yang dia ucapkan barusan sebagai angin lalu. Aku tak ingin mengacaukan rencana yang sudah dibuat sepasang kekasih—Hee Chul dan Yumi—sejak sebulan yang lalu ini. Selain itu, aku benar-benar merindukannya. Dia, Tan Han Geng.
---ooo---

Jumat yang melelahkan. Sudah pukul sepuluh malam tapi syuting belum juga berakhir. Tanganku menggapai ponsel putih yang terletak di atas meja. 5 missed call, 3 pesan singkat. Cinderella? Dia pasti marah karena telponnya tak kuangkat. Segera kubuka satu per satu pesan yang masuk. Benar tebakanku, dia mengamuk.

From: Cinderella
Yak, kenapa telponku tak kau angkat?

From: Cinderella
TAN HAN GENG. Kau mau mati? Angkat telponku. Palliwa!!!

From: Cinderella
Baiklah kalau itu yang kau mau. Kita putus!!!

Aku terkekeh membaca pesan yang tertera di layar. Orang ini sama sekali tak berubah. Membuatku semakin merindukannya. Senyum terkembang dari sudut bibirku, seketika lelah yang menggelayutiku hilang. Segera kuketik pesan balasan, berharap dia mau mengerti alasanku tak mengangkat telpon darinya.

To: Cinderella
Aku sedang di lokasi syuting. Putus? Bukankah kita memang sudah putus sejak lama? Kkk~~ Mianhae, aku akan menelponmu begitu syutingku selesai.

“Han Geng, bersiaplah. Kita akan melanjutkan syuting.”
“Aku akan segera ke sana direktur. Tunggu sebentar.”
Segera kuletakkan kembali ponselku. Panggilan dari direktur Huang, asisten sutradara memaksaku untuk beranjak dari kursi empuk ini. Yah, aku harus profesional. Ini semua jalan yang aku pilih, aku harus mempertanggungjawabkannya.
---ooo---

“Yeobseyo.”
“…”
“Kau sudah tidur?”
“…”
“Mianhae. Aku baru selesai syuting. Jigeum? Aku sedang dalam perjalanan pulang ke apartemen. Hem, tubuhku lelah sekali.”
“…”
“Arra. Aku tak akan lupa. Aku usahakan… Baiklah, selamat malam.”
Pip.
Sambungan telpon terputus. Kulempar pandangan ke luar jendela mobil. Melihat hiruk pikuk mobil yang melintas dan lampu kota yang berwarna-warni.
Hari Minggu? Aku tak sabar menanti hari itu tiba. Ada harapan semoga aku bisa bertemu dengannya. Gadis yang tanpa ijin telah mencuri hatiku.
---ooo---

Aku duduk gelisah sambil melirik pergelangan tangan kiriku. Pukul delapan, namun orang itu tak muncul juga. Ujung dress yang kupakai sedikit kusut karena sering kutarik. Menutupi kegugupanku. Dengan kesal aku melangkah masuk untuk melampiaskan emosiku.
“Yak, oppa! Yumi! Aku bisa mati kedinginan jika terus-terusan di luar. Jebal, aku di sini saja ne.”
“ANDWAE!!! Kau sudah berjanji mengikuti rencanaku Ha Won-ah. Jadi kau tunggu di balkon. Tidak ada penolakan.”
“Aish… tapi sudah satu jam dan tidak ada tanda-tanda dia akan datang, oppa. Yumi-ya, tolong bujuk kekasihmu itu agar mengijinkanku menunggu di sini, eoh? Jebal…”
“Ha Won ada benarnya oppa. Kasian dia. Dia pasti sangat kedinginan, lihatlah gaun yang dia pakai sangat minim. Bahkan lengannya tak tertutupi sehelai benang pun.”
Hee Chul melirikku sekilas. Diusap dagunya yang runcing, seolah memikirkan penyelesain dari soal matematika yang sangat rumit.
Teetttt… Teetttt…
Bunyi bel mengalihkan perhatian kami bertiga. Yumi mengintip intercom. Rupanya Sung Min dan Kyu Hyun yang datang. Mereka tidak hanya berdua, ada dua gadis yang mengekor di belakang. Sung Rin kekasih si setan magnae, dan Ha Neul gadis yang sedang dekat dengan prince aegyo.
“Aku kira Han Geng yang datang. Ternyata kalian. Ck.”
“Wae? Kau tak suka kami datang? Yasudah, kajja kita pergi dari sini Rin-ah.” Seloroh Kyu Hyun pura-pura marah lalu menarik kekasihnya melangkah menuju ke pintu.
“Hahaha, jangan terlalu dipikirkan ucapannya. Sung Rin-ah, kajja masuk.”
“Yak, yak, kenapa hanya Sung Rin yang kau ajak?” protes si evil tak terima. Aku terkikik geli melihat perdebatan di antara mereka. Selalu seperti itu. Yumi dan Kyu Hyun bagai tikus dengan kucing yang susah akur.
Kuhampiri Ha Neul, menariknya masuk dan mendudukkannya di sofa empuk yang tersedia. “Kau pasti lelah. Istirahatlah dulu, tak usah kau pedulikan mereka. Kau hanya akan mendapat sakit kepala menyaksikan tingkah kekanakan mereka.”
“MWO? Hei, Kim Ha Won! Kau meledekku?” pekik Kyu Hyun tak terima. Aku mengangguk membenarkan pertanyaan. Malas menanggapi. Kupasang wajah sedatar mungkin, tak mempedulikan tatapan membunuh darinya.
“Oppa, lihatlah. Mulut adik sepupumu ini memang minta di sekolahkan.” Kali ini sindiran Yumi menggelitik telingaku. Aku memasang muka tak acuh. Sedang Hee Chul yang mendapat laporan dari kekasihnya hanya bisa mencibir.
“Tapi yang dikatakan Ha Won ada benarnya, Yumi-ya. Melihat Kyu Hyun dan Sung Rin yang berdebat di sepanjang perjalanan sudah membuat telinga kami merah. Setibanya di sini kau mengundang perang lagi. Ck, kasian Ha Neul. Lihatlah, wajahnya sudah pucat pasi.”
Aku dan Ha Neul mengulum senyum. Senang mendengar pembelaan dari Sung Min oppa. `Ah, dia selalu bisa diandalkan,` batinku.
“Sudahlah chagi. Mengalah saja. Kau hanya perlu mengabaikan mereka, arratchi?”
Ucapan Hee Chul sontak membuat semua mata melotot ke arahnya. Sedangkan Yumi melonjak girang mendengar kekasihnya membela dirinya. Kyu Hyun yang sudah lelah meletakkan bokongnya di lantai. Perjalanan Seoul ke Hunan tidaklah dekat.
“Ha Won-ah, pakai ini.”
Kutangkap selimut tipis yang dilempar Yumi. Hee Chul tertawa miring. Aku bergidik ngeri melihatnya. Apa lagi yang pasangan ini rencanakan?
“Han Geng mengirimiku pesan. Dia sudah sampai di basement. Cepat keluar, kau tunggu di balkon.”
Aku mendengus kesal. Gerutuan meluncur mulus di bibir tipisku.  Seandainya Yumi tak mengancamku, aku malas ikut ke sini. Tidak sepenuhnya benar seperti itu. Aku ingin bertemu dengannya. Tapi tidak dengan cara seperti ini. Diperintah oleh sepasang kekasih tengil. Menyebalkan.
---ooo---

 “Saengil chukkae hyung.” Teriak Kyu Hyun dan Sung Min bersamaan. Ck, mereka berdua masih sangat kompak ternyata. Dan lihatlah, sekarang mereka terlihat makmur. Tak lagi kurus, tubuh mereka sekarang tak jauh berbeda dengan Shin Dong.
“Gomawo,” jawabku tulus. Sudut bibirku terangkat membentuk sebuah senyuman.
“Saengil chukkae oppa.”
Dahiku berkerut, belum pernah melihat dua gadis yang baru saja mengucapkan selamat padaku. Apa mereka fans? Tapi…
“Kenalkan hyung, dia Park Sung Rin. Kekasihku. Adik dari Min Rin noona, kekasih Dong Hae hyung.”
“Dong Hae sudah punya kekasih?” pertanyaan itu meluncur begitu saja dari bibirku. Ada sedikit kebahagian menyeruak masuk ke rongga dadaku.
“Ne. Mereka bertemu di ulang tahun Yesung hyung tahun lalu.  Hyung ingat yeoja cantik yang datang bersama Hee Young—kekasih Yesung? Selang sebulan Dong Hae dan Min Rin jadian. Dan kenalkan yeoja yang tak kalah cantik ini, namanya Ha Neul. Hem, dia calon kekasihku.”
“Mwo? Calon kekasih? Hahahaha. Lee Sung Min, ternyata kau masih saja lambat. Nona manis, bersabarlah menghadapi namja imut ini.”
Semua tertawa mendengarku menggoda Sung Min. Mataku menatap sekeliling ruangan. Ada sedikit kekecewaan tak mendapatinya berada di sini. Mataku berserobok dengan tatapan Hee Chul. Dia berdiri dari tempatnya duduk. Menghampiri dan menarikku ke dalam pelukannya. Selalu saja seperti ini. Dia tak pernah berubah. Kakak yang selalu menyayangiku.
“Hyung, jangan seperti ini. Yumi bisa salah paham. Lihatlah, bibirnya sudah mengerucut kesal. Hahahaha.”
“Gege. Aku tidak cemburu pada kalian. Kalau kau mau, kau boleh membawanya pergi.”
“Kau dengar? Dia tidak benar-benar mencintaiku Geng-ah. Bahkan dia merelakanku untukmu.”
Ucapan Hee Chu menyentakku. Apa ini? Kenapa rasanya sesak? Aku seperti de javu. Berkelebat bayangan berputar di otakku. Gadis itu, dia benar-benar membuatku gila. Aku hanya bisa menampilkan senyum kikuk mendengar guaruan Hee Chul.
“Hyung, mana kado untukku?” ujarku mencoba menetralkan suasana. Menutupi kegelisahanku akibat ucapan Hee Chul barusan.
“Kado untukmu kami letakkan di balkon, gege. Ambillah.”
Kulirik Yumi. Jawaban darinya sedikit aneh. Buat apa meletekkan kado di balkon? Ini masih musim dingin, apa mereka ingin mengerjaiku? Yumi menampilkan senyum polosnya. Belum sempat aku melontarkan pertanyaan. Hee Chul sudah mendorongku untuk menuju balkon.
---ooo---

Kutempelkan telingaku ke pintu kaca yang menjadi batas ruangan hotel dengan balkon tempatku berada. Menguping percakapan seluruh penghuni ruangan tersebut. Ada kekhawatiran tersendiri, aku takut Hee Chul mengatakan sesuatu yang aneh tentangku. Dan, sialnya hal itu terbukti. Yumi dan Hee Chul sengaja memancing masa lalu kami. Oh Tuhan, bagaimana aku bisa menemuinya? Saat ini pasti wajahku sudah memerah menahan malu.
Telingaku menangkap suara langkah kaki yang mendekat. Segera kujauhkan tubuhku dari pintu. Aku bersembunyi di pojok balkon. Lebih tepatnya disebut berdiri, karena tidak ada apapun yang bisa menutupi tubuhku kecuali selimut tipis pemberian Yumi tadi.
“Hyung, tidak ada apa-apa di sini.”
Kudengar teriakan Han Geng sambil menengok ke samping kanan. Aku tak bisa melihat ekspresi Hee Chul. Tapi dapat kupastikan saat ini pasti dia sedang memamerkan senyum miringnya. Kuatur detak jantungku yang mendadak bekerja tak normal. Perlahan aku melangkah ke depan sosok yang sangat aku rindukan ini.
“Saengil chukkae hamnida. Saengil chukkae hamnida. Saranghaneun uri Gege. Saengil chukkae hamnida.”
Bibirku melantunkan sebuah lagu khas ulangtahun. Sesekali tanganku ikut bertepuk tangan sebagai iringan dari lagu yang aku nyanyikan. Kuukir senyum semanis mungkin. Menghilangkan kegugupan yang menyergap di antara kami.
Han Geng bergeming. Dia menatapku tak percaya. Seolah aku hanyalah sebuah khayalan. Kuberanikan diri untuk semakin mendekat ke arahnya.

“Gege, aku ingin kita putus?”
“Ha Won-ah. Wae geurae? Apa aku berbuat salah? Mianhae.”
“Aniya. Bukan gege yang salah. Naneun. Akulah yang salah. Mian… tapi aku tak bisa melanjutkan hubungan kita.”
“Beri satu alasan agar aku bisa melepasmu, Ha Won-ah.”
“Aku… aku… aku menyukai pria lain. Mianhae.”
“Nugu? Dong Hae? Uri dongsaeng?”
Mataku membelalak mendengar pertanyaannya. Skakmat. Aku terdiam. Bingung harus menjawab apa. Aku tak menyangka Han Geng mengetahui rahasiaku. Rasanya aku ingin menghilang dari hadapannya saat ini juga. Malu. Merasa bersalah. Entahlah apa yang kurasakan saat ini. Mendadak kerja otakku menjadi lamban.
“Geutchi? Jadi benar orang itu Dong Hae?”
Berhenti. Kumohon, jangan terus memojokkanku. Aku merutuk dalam hati. Mengapa aku harus menyakiti orang sebaik dia? Seandainya saja aku terlebih dulu mengenalnya daripada Dong Hae. Mungkin saat ini aku telah mencintainya dengan sepenuh gati. Maafkan aku, Gege.
“Baiklah. Aku rela melepasmu jika pilihan itu akan membuatmu bahagia. Tapi percayalah, rasa cintaku padamu lebih besar dari rasa cintamu pada Dong Hae.”
Air mataku meleleh mendengar penjelasannya. Aku semakin merasa bersalah. Sungguh, bagaimana bisa aku seegois ini?
***


Selang satu bulan sejak perpisahanku dengan Han Geng. Aku memberanikan diri menyatakan perasaanku pada Dong Hae. Tak kusangka Dong Hae menolak perasaanku. Dia merasa bersalah pada Han Geng. Ah, laki-laki ini terlalu polos. Dia mengira aku masih bersama Han Geng.
Selain penolakan Dong Hae yang menghancurkan hatiku. Ada hal lain yang membuatku serasa dijatuhkan dari lantai atas gendung yang memiliki ketinggian duapuluh lantai. Hee Chul marah besar atas tindakan cerobohku ini. Aku tak masalah jika hanya aku yang kena omelnya. Tapi Yumi, kekasihnya juga kena akibat dari perbuatanku. Hee Chul mendiamkan Yumi sejak seminggu yang lalu. Di satu sisi, Yesung dan Jong Jin juga terus-terusan menyalahkanku.
`Gege, bogoshipposeo,` rintihku dalam hati. Tak kuat menanggung satiran yang dilontarkan sepupuku. Aku mengerti sakit hati yang Han Geng rasakan. Luka akibat dicampakan orang yang dicintai sungguh memilukan.

“Ha Won-ah.”
Senyumku terkembang mendengar bibir tipisnya memanggil namaku. Panggilan yang sejak dua tahun lalu selalu aku rindukan. Sapaan dengan nada yang sama seperti dulu saat kami masih bersama.
“Lama tak berjumpa. Gege, aku merindukanmu.”
Mata elangnya melebar mendengar lontaran kata dari bibirku. Aku terkekeh melihat reaksinya. Terlihat sangat lucu. Menggemaskan sekaligus, err, tampan.
“Boleh aku memelukmu?” tanyaku hati-hati. Aku masih belum mengetahui saat ini dia masih sendiri atau sudah memiliki kekasih. Aku tidak boleh gegabah seperti dua tahun yang lalu.
“Eoh? Nde. Tentu saja. Kuanggap itu sebagai hadiah ulangtahun darimu.”
Tawaku kembali mencuat mendengar pernyataan polos darinya. Pria ini, dia sangat pintar menenangkan kegelisahanku. Lihatlah. Sekarang aku tak lagi merasakan gugup berdekatan dengannya.
Kupaksakan kakiku mendekati tubuh bidangnya. Kedua tanganku terulur melingkari pinggangnya. Kemudian kepalaku begitu saja aku letakkan di dadanya yang bidang. Kuhirup aroma maskulin dari tubuhnya. Wangi parfum yang sama. Parfum pemberianku saat ulang tahunnya tiga tahun yang lalu. Ternyata dia tak pernah berganti parfum. Aku mengulum senyum.
“Gege, kau tak merindukanku?”
“Tidak.”
“Jeongmal?” Kulepaskan paksa pelukan sepihakku. Tak percaya dengan jawaban yang aku terima dari pertanyaanku tadi. Mungkinkah dia sudah…
“Eoh. Aku tak pernah merindukanmu. Karena setiap hari kau selalu ada di sini.”
Han Geng menggengam tanganku lalu meletakkannya di atas dada kirinya.
“Gege, jangan menggodaku.”
“Aku tidak sedang menggodamu, nona Kim. Aku sungguh-sungguh dengan ucapanku. Sekarang Dong Hae sudah memiliki kekasih. Pada pria mana lagi kau jatuh cinta, nona Kim?”
BLUSH…
Sejak kapan Han Geng jadi seromantis ini? Apa dia sedang berakting? Ah benar, mungkin ini hanya acting. Jangan besar kepala Kim Ha Won.
“Jangan kau pikir ini hanya sekedar acting, nona. Aku serius dengan ucapanku.”
“Aku… aku… Gege sendiri? Gadis mana yang sekarang sedang menjadi kekasihmu?”
Han Geng menggeleng pelan. Lalu dia menarikku ke depan pintu kaca yang tertutup gorden dari dalam.
“Kuharap gadis itu mau menjadi kekasihku. Bisakah kau membujuknya?”
Han Geng menunjuk bayanganku di kaca. Dengan posisi seperti ini terlihat Han Geng sedang memelukku dari belakang. Rona merah kembali menghiasi pipiku. Kata-kata sederhana darinya membuatku terbuai. Kumohon ini bukan sekedar mimpi. Jika memang mimpi, saat ini aku tidak mau terbangun. Biarlah seperti ini.
Han Geng membalikkan tubuhku. Entah mataku yang salah atau memang ini yang sedang terjadi. Wajah Han Geng terlihat mendekat. Semakin dekat ke wajahku. Bahkan aku bisa merasakan embusan napasnya menerpa wajahku. Bingung harus melakukan apa. Kupejamkan mataku. Pasrah dengan apa yang akan dilakukan Han Geng.
“SAENGIL….” Sebuah teriakan menyadarkanku. Mataku terbuka sempurna. Pintu kaca terbuka lebar begitupun dengan gordennya. Menampilkan tiga pasang kekasih yang melongo.
“Ah, mian. Sepertinya kami menganggu. Kalian lanjutkan saja lagi.” Celetuk si tengil Yumi.
“Hyung, kan sudah kubilang nanti saja acara tiup lilinnya. Lihatlah. Ini nanggung sekali.” Keluh si setan magnae.

---END---


Tidak ada komentar:

Posting Komentar