Title :
My Secret(ary) | Part 2 – END
Author : Yukihae
Main
Cast : Lee Gi Kwang
(Beast) – Han Yi Seul (OC)
Suport Cast :
Henry Lau, Shin Yeo Rin (OC)
Length :
Twoshoot
Genre :
Romance, Hurt/Comfort
Rated :
NC 19+
Disc :
Lee Gi Kwang, Henry Lau dan semua artis yang muncul di FanFict ini milik Tuhan,
orangtuanya dan seluruh fans di dunia. Original cast dalam cerita seutuhnya milik
author. Ide cerita murni dari otak author. Jika ada kemiripan jalan cerita, itu
hanya kebetulan semata tanpa ada unsur plagiat dari sumber lain. Don’t copast!
Don’t bash! Don’t don yang lain pokoknya!!! Kalo gak suka, gak usah baca. So
simple.
WARNING Typos dan kawan-kawannya!!!
Alur yang ketebak maupun feel yang datar, sedatar muka Jung Taek Won
#abaikanbagianini ^^
Aku tak peduli
apa kata orang. Satu hal yang pasti, aku mencintaimu. (Han Yi Seul)
Pesonamu
sangat sulit untuk aku lepaskan. Aku mohon, semua ini bukan sekedar harapan
kosong. (Lee Gi Kwang)
Biarlah aku
yang mengalah asalkan kalian bahagia. Itu cukup membuatku senang. (Henry Lau)
Sepantasnya
kau membenciku. Tapi jangan berubah karena kesalahanku padamu di masa lalu.
(Shin Yeo Rin)
---STORY BEGIN---
Seminggu berselang, Henry dan Yi
Seul semakin dekat. Bahkan setiap jam makan siang, Henry selalu menjemput Yi Seul
dan mengajaknya makan bersama. Jangan tanya bagaimana reaksi Gi Kwang. Dia
teramat kesal. Dan setiap melihat tawa renyah Yi Seul saat bersama Henry, dia
marah tanpa sebab. Cemburu? Gi Kwang tak menyadari kemungkinan itu. Dia hanya
merasa Yi Seul menarik seluruh perhatian Henry darinya. Gi Kwang, dia kesepian.
“Morning.”
“Hem.” Sapaan dari Henry hanya
dijawab gumaman oleh Gi Kwang. Dahi Henry berkerut mendapati reaksi seperti
itu.
“Wae? Mengapa sikapmu aneh?”
“Ani.”
Henry semakin bingung dengan sikap
Gi Kwang. Tak mau mengambil pusing, dia beralih menuju meja Yi Seul. Gadis itu
sedang sibuk mempelajari file presentasi siang ini. Tujuan Henry kemari bukan
sekadar bermain. Dia ada rapat penting bersama Gi Kwang dan orang-orang penting
di Acess Lee Group. Menindaklanjuti usulan Henry untuk mengadakan kerjasama
mengenai fashion show bulan depan.
Blue World bergerak dibidang periklanan akan sangat menunjang promosi yang
dilakukan oleh perusahaan Gi Kwang.
“Yi Seul-ssi, istirahat makan
siang…”
“Dia sudah ada janji denganku, kau
tak boleh mengajaknya pergi.”
Henry menoleh ke sumber suara.
Dilihatnya Gi Kwang dengan seksama, senyum miring terukir jelas di sudut bibir
Henry. Yi Seul yang mendengar perkataan Gi Kwang hanya bisa diam. Dia baru saja
akan membuka mulut, namun ucapan Henry membuatnya kembali melongo.
“Benarkah? Tapi tadi malam saat
ditelpon dia sudah berjanji akan pergi denganku.”
Gi Kwang sontak melotot tajam. Jika
saja dia mempunyai kemampuan telekinesis, ingin rasanya melucuti pakaian Henry
saat itu juga. Membuat lelaki berwajah imut itu malu di depan Yi Seul. Gi Kwang
mencibir, beranjak dari tempat duduknya lalu keluar dari ruangan tersebut.
“Henry-ssi? Telpon? Yak, apa yang kau bicarakan. Jangan suka mengada-ada.
Aku tidak mau Presdir salah paham dengan ucapanmu tadi.”
Henry menatap Yi Seul penuh sayang,
“Sudahlah. Jangan khawatir. Aku justru senang jika dia salah paham.”
Yi Seul ingin membantah sekali
lagi. Tapi Henry tak memberinya kesempatan untuk melakukan itu, dia pergi
meninggalkan Yi Seul yang tengah kebingungan.
---ooo---
Ruangan segiempat dengan nuansa
hijau tersebut tampak sedikit kacau. Ada pecahan vas bunga di lantai. Seorang
lelaki terengah-engah, dihelanya nafas dengan kasar. Matanya merah karena
menahan amarah. Dia, Gi Kwang tak mengerti mengapa harus kesal saat mengetahui
Yi Seul akan pergi dengan Henry. Dia tak juga menyadari jika dirinya sudah
tertarik dengan sekretaris cantik tersebut. Terdengar derit pintu yang terbuka.
Gi Kwang tahu betul siapa yang menyusulnya kemari.
“Kau marah?”
“Marah? Tidak sama sekali.”
“Kalau begitu kau cemburu.”
Gi Kwang membalik tubuhnya. Dia
mencibir pernyataan yang dilontarkan sahabatnya tersebut. “Apa katamu? Cemburu?
Maldo andwae.”
“Apa susahnya menjawab jujur? Kau
selalu saja mengelak. Tapi syukurlah kalau kau tak cemburu, berarti tak masalah
jika aku menjadikan Yi Seul sebagai pacarku.”
“Henry-ah, neo…”
“Wae?” tanya Henry dengan muka polosnya. Hal itu semakin membuat Gi
Kwang kesal. Dia melengos pergi. Matanya memandang liar keluar jendela.
Menemukan jawaban atas kebimbangan hatinya.
“Ani. Aku tak menyangka seleramu seperti itu. Ck, apanya yang
menarik dari sekretaris itu.”
“Hahaha. Kwang-ah, cinta tak butuh alasan.”
“Aniya. Aku hanya heran. Gadis itu sama sekali jauh dari kata seksi.
Matanya bulat. Pipinya bundar. Tinggi badannya kurang. Aish, tak ada
bagus-bagusnya sama sekali.”
Henry tersenyum getir mendengar
kata demi kata yang keluar dari mulut Gi Kwang. Dia semakin yakin jika dirinya
kalah sebelum berperang. Bahkan sekretaris itu, Yi Seul, telah menambatkan
hatinya pada sosok dingin di depannya ini. Jika tidak, mana mungkin dia takut
Gi Kwang salah paham.
“Bahkan kau begitu
memperhatikannya, akui saja Gi Kwang-ah.
Aku pergi.”
Gi Kwang tersentak. Dia baru
menyadari ada yang salah dengan dirinya. Untuk apa dia menjelaskan sedetail itu
tentang Yi Seul. Gi Kwang merutuki kebodohannya.
---ooo---
Rapat berjalan lancar meskipun di
tengah acara Gi Kwang dan Henry kembali berdebat. Lee Company, manajemen ternama yang ikut
bekerjasama dibuat pusing oleh kedua partner kerjanya ini.
“Maaf jika saya harus ikut campur.
Tapi bisakah urusan pribadi tidak dibawa dalam bisnis. Ini sungguh
menjengkelkan.” Ketus Lee Hong Bin, direktur utama dari Lee Company.
Yi Seul mengulum senyum. Dia senang
ada yang berani menghentikan pertengkaran di antara Henry dan Gi Kwang. Dalam
hati Yi Seul bersyukur, setidaknya dia tidak harus merasa bersalah. Dia sadar
diri jika pertengkaran ini ada sangkut paut dengannya.
Gi Kwang memasang muka seolah tidak
terjadi apa-apa. Selalu begitu. Menjaga wibawa di depan semua bawahannya.
Keadaan Henry tak jauh berbeda. Dia mengambil map di depannya. Dibukanya
lembaran yang ada di dalam map. Sesekali dia melirik jengah ke arah Gi Kwang.
Hong Bin yang sudah menahan amarah
sejak tadi, mendengus kasar menyaksikan suguhan di hadapannya. Di sela
kesibukannya, dia menyempatkan diri untuk hadir di tengah rapat ini. Biasanya
dia akan menyuruh sekretaris pribadinya yang datang. Namun kekecewaan yang
diperolehnya.
“Jika sudah tidak ada complain dari
ketiga pihak. Kita akan akhiri rapat ini.” Ujar Yeo Rin di podium. Pandangannya
menyapu seluruh ruangan, berhenti sejenak saat sorot matanya bertemu dengan Gi
Kwang.
Yi Seul yang sejak tadi
memperhatikan rapat dengan seksama tak melewatkan moment itu. Ada rasa penasaran
dengan arti tatapan Yeo Rin pada atasannya tersebut. Seolah menyiratkan
kekhawatiran. Akan tetapi Yi Seul mencoba berpikir rasional. Mungkin saja Yeo
Rin khawatir karena project ini dialah yang bertanggungjawab. Tugas dari
seorang manajer marketing. Yah, seperti itu. Tak lebih. Sudut hati Yi Seul
menyuruhnya untuk mempercayai kemungkinan itu. Dadanya mendadak sesak melihat
Gi Kwang menatap sendu seperti itu. Dia… tak rela.
---ooo---
Acara fashion show diadakan di Jeju
island. Yi Seul dan seluruh pegawai Aces Lee Group dibuat sibuk dengan
persiapan untuk acara ini. Gi Kwang mondar mandir mengecek semua keperluan yang
dibutuhkan. Sesekali dia memerintah staff untuk memindahkan barang-barang.
Sebenarnya bukan hanya itu alasannya. Gi Kwang tengah mengawasi seseorang. Dia
tak ingin kehilangan jejak wanita itu. Perasaan ingin melindungi dan memiliki
wanita tersebut. Sial. Karena terlalu focus pada beberapa staff bagian
perencanaan. Saat ini Gi Kwang kelimpungan mencari wanitanya. Tunggu dulu,
kurang tepat rasanya menamai wanita tersebut sebagai wanitanya. Pada
kenyataannya wanita itu bukan miliknya. Sudahlah, siapa peduli. Saat ini Gi
Kwang benar-benar dibuat kelabakan mencari keberadaan wanita itu.
Gi Kwang mengitari villa. Sejak
setengah jam lalu dia bolak-balik naik turun tangga mencari keberadaan wanita
itu. Nihil. Sampai saat ini dia belum juga menemukan wanita tersebut. Gi Kwang
nyaris putus asa. Dia membuang muka ke laut. Dari kejauhan dia melihat siluet
tubuh seorang wanita duduk memandangi ombak. Gi Kwang segera turun dan berlari
menghampirinya. Dia tak ingin lagi kehilangan wanita tersebut.
“Shin!”
Gi Kwang setengah berteriak.
Nafasnya terengah-engah karena berlari. Merasa ada yang memanggil, wanita
bernama Shin tadi menoleh ke belakang.
“Presdir.”
“Aku mencarimu… hah… ke mana-mana.
Hah… hah…”
“Gwaenhanayo? Presdir, aku akan mengambilkan air. Tunggu sebentar.”
Gi Kwang mencengkeram pergelangan
tangan Yeo Rin. Ditatapnya lembut manik mata Yeo Rin. Ingin sekali dia membawa
tubuh wanita ini ke pelukannya. Seperti dulu kala. Saat mereka masih bersama.
Saat Yeo Rin menyandang gelar sebagai kekasih Gi Kwang.
“Pre… presdir. Jangan seperti ini.
Kau… kau membuatku takut.”
“Mian.” Gi Kwang segera melepas genggamannya. Dia berjalan mendekat
ke batu karang lalu duduk di sana. Bingung harus melakukan apa, Yeo Rin
mengikuti Gi Kwang. Dia duduk sedikit menjauh dari posisi Gi Kwang.
“Shin, rupanya kau masih ingat
tempat ini.”
Hening. Tak ada sahutan dari hawa
satu ini. Ada rasa tidak nyaman berduaan dengan Gi Kwang. Entahlah, hanya saja
dia merasa ada yang salah dengan keadaan ini.
“Aku sengaja membuat acara tersebut
dilaksanakan di sini. Aku ingin mengakhiri semuanya. Aku sadar, kau tak akan
kembali lagi padaku. Pemuda yang ada di restoran saat itu, diakah kekasihmu?”
Yeo Rin melirik sekilas. Dia
melihat saat ini Gi Kwang tengah memandangnya. Menunggu jawaban atas
pertanyaannya. Yeo Rin menyerah, mungkin saat ini dia memang harus menjelaskan
semuanya pada lelaki yang pernah mengisi hatinya tersebut.
“Nde. Kau benar. Dia kekasihku, Zelo. Anak dari kepala polisi Choi.
Kami sudah berteman sejak kecil. Dan sebenarnya aku memang menyukainya sejak
remaja. Hanya saja perbedaan umur kami membuatku enggan mengakuinya. Sampai
akhirnya aku memutuskan menerimamu sebagai kekasihku. Selalng dua bulan, tanpa
Zelo ketahui jika aku sudah memiliki kekasih. Dia mengutarakan isi hatinya
padaku. Dan aku… aku… aku tak bisa menolaknya. Karena memang dialah yang aku
tunggu. Mianhae. Aku telah menyakitimu.”
“Lee, dengarkan aku. Kau boleh
membenciku. Tapi jangan membuatmu berubah. Kau… terlalu baik untuk gadis
seegois diriku.”
“Berubah? Memangnya apa yang
berubah dariku.” Gi Kwang menatap bingung lawan bicaranya. Dia sama sekali tak
merasa telah berubah.
“Lee, kau tahu. Ada banyak rumor
yang mengatakan kalau kau…”
“Gay? Dengan Henry? Oh, ayolah
Shin. Kau tahu semua itu tak benar.”
“Aku tahu. Tapi sikap kalian? Kau
tidak sedang berpura-pura menjadi orang bodoh, bukan?”
Sejujurnya Gi Kwang sadar betul
dengan rumor tersebut. Hanya saja dia malas menanggapi. Dia tak mau mengurusi
hal seperti itu. Toh kedekatannya dengan Henry memang benar. Semakin disangkal
justru akan semakin memperparah, karena itu dia memilih diam.
“Lee, carilah penggantiku. Banyak
wanita yang menyukaimu. Wanita yang jauh lebih baik dariku. Dan tulus
menyayangimu. Aku yakin, ada yang menyukaimu dirimu sebagai Lee Gi Kwang. Bukan
sebagai Presdir dari Aces Lee Group. Hanya saja, kau belum menemukannya. Yah,
aku yakin itu.”
Gi Kwang tersenyum mendengar
penjelasan Yeo Rin. Kali ini dia akan melepaskan wanita ini. Sudah tak ada
harapan lagi. Ada rasa sedih yang menyeruak, tapi dia juga merasakan kelegaan.
Tanpa sebab, dia senang mendengar jika dia tak bisa lagi bersama dengan Yeo
Rin.
“Eoh, Yi Seul-ah.”
Teriakan Yeo Rin menyadarkan
lamunan Gi Kwang. Dia menengok cepat, mencari sosok yang baru saja dipanggil
Yeo Rin. Sang sekretaris cantik berdiri mematung tak jauh dari tempat mereka
duduk. Dia nampak terkejut, lalu cepat-cepat menampilkan senyuman. Senyum
palsu. Terlihat sangat terpaksa. Kali ini, Gi Kwang merasa sesak melihatnya.
Hatinya serasa dikoyak. Ada kekhawatiran. Dia takut Yi Seul salah paham
padanya.
“Eonni, kau dicari oleh Hong
Bin-ssi. Katanya dia ingin membicarakan mengenai beberapa hal mengenai
artisnya.”
“Di mana dia?”
“Ada di aula, sedang gladi resik
dengan seluruh model. Dan Presdir juga dicari Henry-ssi.”
“Baiklah, aku akan menemui Hong
Bin. Saya permisi.” Tanpa menunggu persetujuan Gi Kwang, Yeo Rin melenggang
pergi dari hadapan dua mahkluk beda jenis ini. Mereka berdua canggung satu sama
lain. Yi Seul salah tingkah melihat Gi Kwang diam memandanginya. Seperti
seorang singa yang tengah memburu mangsanya.
“Kau mendengarnya?” Gi Kwang
bertanya sarkartis. Tatapannya tajam.
“Eh? Em… itu… itu…”
“Kau mendengar percakapan kami?” Gi
Kwang menaikkan nada bicaranya. Sedikit membentak. Tindakan Gi Kwang barusan
membuat Yi Seul semakin takut pada atasannya.
“Mianhamnida. Saya tidak bermaksud
mengupng. Tadi… tanpa sengaja… saya… saya…”
Presdir muda tersebut begitu saja
melenggang pergi, tak mendengarkan penjelasan Yi Seul lebih jauh. Dia kesal.
Kesal pada dirinya sendiri. Dia tak ingin melampiaskan amarah di depan
sekretarisnya tersebut. Menghindar adalah cara terbaik untuk menyembunyikan
perasaan dia sesungguhnya.
---ooo---
“Kau belum tidur?” sebuah sapaan
terdengar di telinga Yi Seul. Di sampingnya seorang lelaki tampan membawa dua
buah cangkir yang masih mengepul.
“Untukmu, coklat panas.”
“Terima kasih, Henry-ssi.”
“Langit di Jeju sangat indah. Kita
bisa melihat bintang.”
“Hem, kau benar.” Yi Seul menyesap
cangkirnya. Memberi kehangatan pada tubuhnya. Udara malam ini cukup dingin.
Wajar saja, beberapa hari yang lalu musim dingin baru saja berakhir.
“Memikirkan sesuatu? Wajahnya
terlihat muram.”
“Bukan masalah besar. Hanya sedkit
penasaran dengan sesuatu.”
“Yi Seul-ah, wajahmu…”
“Wae?” Yi Seul membelalak. Benda lembut berwarna pink itu mencium
bibirnya. Tidak. Lebh tepatnya mengecup. Yah, Henry mengecupnya. Hanya
menempel. Tidak ada pergerakan di sana. Tapi perbuatan Henry menimbulkan efek
kejut luar biasa pada jantung Yi Seul.
“Hem, manis. Tadi ada coklat yang
tertinggal di sudut bibirmu.”
Tanpa Yi Seul sadar ada seseorang
yang mengawasi mereka. Seorang lelaki mengepalkan tangannya. Kakinya menendang
tembok di depannya. Lelaki itu, Gi Kwang ingin memukul wajah Henry yang dengan
kurang ajar mencium Yi Seul. Tunggu dulu. Mengapa dia kesal melihat Henry
menciumnya? Bahkan Gi Kwang tak memiliki hubungan special dengannya selain
sebatas atasan dan sekretarisnya.
Di satu sisi, Henry terkikik geli.
Dia mengulum senyum. Ekspresi Yi Seul yang kaget terlihat sangat lucu. Selan
itu raut kesal pada sahabatnya membuat dia senang. Fakta bahwa Gi Kwang memang
mempunyai perasaan pada Yi Seul membuatnya bahagia sekaligus sedih. Sebenarnya
dia sengaja mencium Yi Seul. Tak ada coklat di sana. Dia ingin menguji Gi
Kwang. Dia berharap Gi Kwang akan kesal dan menghajarnya.
“Yi Seul-ah, aku rela mengalah asal kau berjanji akan bahagia bersamanya.”
“Mworago? Apa maksud ucapanmu?”
“Aku tahu, kau menyukai Presdir
dingin itu bukan?” Semburat merah muncul di kedua pipi Yi Seul. Membuat Henry
gemas dan tak tahan untuk tidak mecubitnya.
“Kejarlah cintamu. Saat in dia
pasti sedang sangat kesal. Tadi dia melihat kita berciuman.” Kata Henry kalem
sambil mengedikkan dagu ke sudut di mana Gi Kwang tadi berada.
“Henry-ssi, kau tidak bercanda kan? Tapi mengapa aku harus mengejarnya?”
“Pabo. Dia juga menyukaimu. Dia terlalu polos dan tidak
menyadarinya.”
Yi Seul mematung. Otaknya bekerja
lambat untuk mencerna ucapan dari Henry.
“Pergilah. Bujuk dia, jangan sampai
dia marah. Acara besok bisa kacau kalau mood Lee Gi Kwang memburuk.”
Tanpa menunggu perintah lagi. Yi
Seul berlari mencari keberadaan Gi Kwang. Saat dia sampai di titik Gi Kwang
berada tadi, dia melihat punggung lelaki pendek tersebut berjalan tergesa ke
kamarnya. Yi Seul memaksa kakinya menghampiri tubuh kekar tersebut.
Terlambat. Kakinya yang kalah
pendek dari Gi Kwang membuatnya tertinggal cukup jauh. Saat ini Gi Kwang sudah
masuk ke kamarnya. Y Seul dilema. Haruskah dia masuk? Tapi ini kamar pribadi.
Sudahlah, sebaiknya dia menuruti perkataan Henry. Dia tidak ingin acara besok
kacau. Anggap saja ini tanggung jawabnya sebagai seorang sekretaris.
Gi kwang baru saja menjatuhkan
badannya di kasur saat sebuah ketukan terdengar dari pintu kamarnya. Sambil
menggerutu dia menghampiri handel pintu. Dia terkejut mendapati Yi Seul yang
sudah berdiri di depannya. Dia mundur beberapa langkah, memberi jalan pada Yi
Seul untuk masuk. Merasa mendapat ijin, Yi Seul melangkah masuk sambil
menunduk. Tak berani menatap Gi Kwang.
“Ada apa?” tanya Gi Kwang dengan
kasar. Dia melangkah santai ke sofa, duduk bersedekap dan menatap Yi Seul
datar.
“Tadi… di… di taman… kata…”
“Bicara yang jelas. Aku capek.”
Yi Seul memejamkan matanya. Kaget
atas bentakan Gi Kwang. Dia semakin gugup bagaimana harus menjelaskan pada
atasannya ini.
“Apa yang Presdir lihat tadi tidak
sepenuhnya benar.” Jelas Yi Seul pelan. Jantungnya berdetak dua kali lipat.
“Salah lihat? Memangnya aku lihat
apa? Hanya sepasang kekasih yang sedang melepas rindu. Yah, sepasang kekasih
yang sedang berciuman.”
“Ani. Bukan…”
“Yak, kau malam-malam kemari hanya
ingin mengatakan jika kau punya hubungan khusus dengan namja asal Kanada itu?
Kalau iya, sebaiknya kau keluar.”
“Itu… kata Henry tadi… Presdir
pasti sedang marah. Ternyata… dia benar.”
“Mwo? Marah? Untuk apa?”
“Karena… karena…”
“Yak! Sudah kukatakan untuk bicara
yang jelas.”
“Karena kata Henry… Presdir
menyukaiku.” Mata Gi Kwang membulat sempurna. Dia shock mendengar kalimat yang
baru saja dilontarkan Yi Seul. Dan apa katanya tadi? Menyukainya?
“Mwo? Menyukaimu. Huh, yang benar saja. Jangan terlalu percaya diri
nona Han.”
“Ah, geurae. Seharusnya saya tidak terlalu percaya diri seperti itu. Bagaimana
mungkin seorang Presdir perusahaan ternama menyukai gadis seperti saya. Ah,
saya terlalu besar kepala. Kalau begitu saya permisi.”
Yi Seul hendak meraih handle pintu
saat tiba-tiba tangannya dicengekeram kuat. Yi Seul menoleh, di sampingnya
sudah berdiri Gi Kwang. Tatapan mata Gi Kwang sulit diartikan. Ada kebingungan,
marah, tetapi terlihat sendu dan sedih. Belum sempat Yi Seul bertanya. Mulutnya
sudah disumpal dengan bibir Gi Kwang.
Gi Kwang mencium kasar bibir plum
milik Yi Seul. Tangan kanan Gi Kwang menekan tengkuk Yi Seul. Tangan kirinya
menarik Yi Seul, membawanya agar mendekat ke tubuhnya. Menghimpit Yi Seul yang
terjebak di antara pintu dan tubuh Gi Kwang. Dikulumnya dengan menggebu bibir
merah muda milik Yi Seul. Tak ada penolakan dari Yi Seul. Seolah dia menerima
perlakuan Gi Kwang.
`Kumohon semua ini bukan sekadar
fantasiku semata,` ucap Gi Kwang dalam hati.
Mendapat ijin dari Yi Seul, Gi
kwang semakin berani. Digigitnya bibir bawah Yi Seul agar terbuka. Memasukkan
lidahnya dan mengabsen seluruh isi mulut wanita yang dicintainya tersebut. Yah,
kini Gi Kwang sadar jika dia mencintai Yi Seul. Perasaan marah melihatnya
bersama Henry karena dia cemburu.
Gi kwang menyesap lidah Yi Seul.
Menikmati setiap pagutan yang mereka lakukan. Bahkan Yi Seul mulai membalas
tindakannya. Tangan Yi Seul telah melingkar di leher Gi Kwang. Dia menggelayut
manja atas kuasa Gi Kwang.
“Eunghh…” Sebuah erangan meluncur
dari bibir Yi Seul. Membuat gairah Gi Kwang semakin naik. Tanpa melepas pagutan
bibir mereka, Gi Kwang membopong tubuh Yi Seul ke ranjangnya. Hati-hati dia
menjatuhkan Yi Seul di atas kasur. Posisi seperti ini membuat Gi Kwang dengan
bebas mengeksploitasi Yi Seul.
Tangan kanan Gi Kwang mulai
beraksi. Dirabanya punggung Yi Seul, membuat Yi Seul menggeliat geli. Terasa
mulus. Entah sejak kapan tangan kekar tersebut sudah meyusup masuk di bawah
blus lengan pendek yang Yi Seul kenakan. Sedangkan tangan kiri Gi Kwang mulai
meraba paha Yi Seul yang tertutupi rok pendek selutut.
“Eunghh…” Yi Seul kembali melenguh
mendapat perlakuan mesra dari Gi Kwang. Tak mau kalah, Yi Seul mulai membelai
punggung Gi Kwang yang masih tertutupi kaos. Merambat ke depan, mengusap lembut
dada bidang Gi Kwang.
“Yi Seul-ah, saranghae. Henry
salah. Aku bukan sekedar menyukaimu, tapi aku mencintaimu.” Ujar Gi Kwang
setelah melepas pagutan mereka. Nafas mereka terengah. Saling berebut oksigen
untuk mengisi pasokan udara di paru-parunya.
Tak mau menunggu jawaban Yi Seul,
Gi Kwang kembali memagut bibir tipis milik Yi Seul. Mereka kembali bercumbu.
Menyalurkan hasrat terpendam yang tidak mereka ketahui sejak kapan mulai tumbuh
di dada mereka. Satu hal yang pasti, mereka berdua saling mencintai.
***
“Han Yi Seul, apa jawabanmu? Kau
menerimaku sebagai kekasihmu?”
“Terima. Terima. Terima.” Sorakan
terdengar di seluruh ruangan. Setelah acara launching produk musim semi Acess
Lee Group. Ada sebuah aksi gila dari Presdir perusahaan tersebut. Gi Kwang,
menyatakan perasaan cintanya pada sekretarisnya. Sebuah tindakan yang menurut
Yi Seul sangat memalukan. Tapi juga membuatnya senang.
“Yak, cepat jawab. Lututku sakit,
Yi Seul-ah.”
“Kwang-ah, sepertinya Yi Seul tidak menyukaimu. Sebaiknya menyerah saja.”
“Diam kau Mochi. Jangan sampai
buket bunga ini melayang ke wajah imutmu.”
Gelak tawa menggelegar dari semua
mata yang melihat kejadian langka ini. Presdir yang selama ini dikenal dingin
tengah berlutut demi seorang gadis.
“Presdir, berdirilah.” Yi Seul
membantu Gi Kwang berdiri. Menggenggam lembut tangan atasannya tersebut.
“Mianhae Presdir. Tapi aku…. tidak
bisa…”
“Wae? Apa kau sudah memiliki
kekasih, tapi tadi malam…”
“Aku tidak bisa tidak menerimamu.
Karena aku juga mecintai, Presdir.”
Riuh tepuk tangan mengiringi
pelukan Gi Kwang dan Yi Seul. Mereka berdua tak memedulikan tatapan iri dari
beberapa mata yang memandangnya. Siulan ringan juga terdengar di sela
kebahagiaan sepasang kekasih ini.
“Aku tak peduli semua rumor yang
ada. Perasaanku mengatakan semua itu salah, ternyata perasaanku benar. Dan aku
rasa, aku tak salah jika aku mencintaimu.” Bisik Yi Seul tepat di telinga Gi
Kwang.
---fin---
Tidak ada komentar:
Posting Komentar