Part 2 : Hello or Goodbye
Part 3 : Memory of Summer
Di bawah guguran daun pohon Maple, kubiarkan bayangmu pergi. Meninggalkanku sendiri dalam sembilu luka dan kesepian.
“Lalu apa rencanamu?”
“Putuslah dengan Min Hwa?”
“MWO?!”
“Hahahaha. Lihatlah mukamu Yun-ah.
Hahaha.” Tae Min tergelak melihat ekspresi Yun yang kacau. Ternyata benar
dugaan Tae Min, Yun sangat mudah digoda.
“Tae Min-ssi, kau serius?” Tanya Yun diselimuti rasa penasaran. Dia ingin
memastikan jika telinganya tak salah dengar.
“Yun-ah,
bukankah tadi kau bilang akan membantuku?” Goda Tae Min sekali lagi.
Yun mengangguk pasrah. Melihat Yun
yang belum juga mengerti maksud ucapannya, Tae Min segera menghampiri Yun dan
memukul pundaknya pelan. Dia mengulum senyum. Karena tak tega melihat tatapan
bingung yang dilemparkan Yun. Tae Min memutuskan untuk menjelaskan idenya.
“Kau putuslah dengan Min Hwa. Tidak
benar-benar putus. Hanya sampai hari ulangtahun kami. Besok kau luang? Ajaklah
Min Hwa ke pantai, dia sudah merengek minta ditemani ke pantai sejak seminggu
yang lalu. Buat dia bersenang-senang, lalu putuskan dia. Beri saja alasan jika
perusahaanmu melarang artisnya berpacaran. Dia pasti mengerti. Bagaimana? Arraseo?”
Yun mengelus dada, membiarkan detak
jantungnya berjalan normal setelah sempat bekerja ekstra. Sial, umpat Yun dalam
hati. Yun mengira Tae Min sungguh-sungguh dengan ucapannya. Yun meringis
mendengar rencana Tae Min. Bisakah dia melakukan hal itu? Dia tak tega melihat
Min Hwa menangis.
Tae Min melihat kegusaran Yun. Dia
tahu betul jika idenya ini bisa dikatakan sedikit gila. “Jika tidak mau, tak
usah dipaksa. Kau bisa membuat kejutan lain untuk Min Hwa. Nanti akan kubantu.”
Dahi Yun tampak berkerut, alis
matanya saling bertaut. Dia masih berpikir, haruskah menyetujui usulan ini?
Tapi, tinggal sebulan lagi hari penting itu tiba. Selain itu, Yun terlalu sibuk
dengan Lunafly. Dia tak sempat membuat kejutan lain.
“Baiklah, aku menyetujuinya.”
---ooo---
“Yun-ah.”
Sebuah
suara membuyarkan lamunan Yun. Dia menoleh ke belakang, memastikan sosok yang
telah mengganggu kesenangannya. Rupanya Tae Min. Tunggu dulu, Tae Min? Untuk
apa dia kemari? Apakah terjadi sesuatu dengan Min Hwa?
Tae Min
menempatkan bokongnya di ruang kosong di sebelah Yun. Tanpa permisi. Bahkan
mengabaikan tatapan tanya dari Yun. Dengan santainya di duduk lalu menyodorkan
segelas Coffee Late ke arah Yun.
“Minumlah,
selagi masih hangat.”
Yun
mengambil gelas kopi pemberian Tae Min. Bukan untuk diminum, dia meletakkannya
di ruang kosong antara dirinya dan Tae Min. Tae Min tersenyum melihat rasa
penasaran Yun. Dia maklumi, karena setelah kejadian itu baru kali ini Tae Min
mau bertemu dengan Yun. Tae Min merasa bersalah atas idenya. Seandainya saja
dia tidak mengusulkan ide konyol tersebut, saat ini Min Hwa pasti masih tertawa
bahagia bersama mereka. Yah, penyesalan selalu datang terlambat bukan?
“Tenanglah.
Tidak ada sesuatu yang buruk. Hanya saja… sudah lama kita tidak mengobrol. Apa
salah jika aku ingin mengobrol denganmu?”
Yun
mendesah lega. Melihat Tae Min yang begitu menikmati kopinya, dia mulai
menyesap gelas miliknya. Pikirannya sedikit tenang setelah meminum Coffee Late
tersebut.
“Bagaimana
kabarnya? Apakah sudah ada perkembangan?”
Tae Min
menggeleng lemah mendengar pertanyaan Yun. Kepalanya menunduk. Matanya sedikit
meredup. Bahkan mendung mulai menggelayuti wajah tampannya.
“Dua
hari kau tak datang. Apa kau lelah menunggunya?”
“Ani. Bukan begitu. Kau tahu… Lunafly.
Lunafly memiliki jadwal yang sedikit padat akhir-akhir ini.” Yun mengambil jeda
sejenak. Melihat Tae Min yang tak merespon ucapannya. Dia mengusap wajahnya
frustasi.
“Maafkan
aku.” Lanjut Yun lemah. Dia bingung harus menjelaskan bagaimana lagi pada Tae
Min.
“Kau
tak perlu meminta maaf, Yun-ah. Teo
sudah menjelaskan padaku. Kemarin dia menelpon kalau kalian sedang perform di
Busan.”
Diam.
Yun tak menyahuti ucapan Tae Min. Mereka sibuk dengan pikiran masing-masing
sambil menikmati angin musim gugur. Yun mendongak, melihat guguran daun pohon
maple yang menguning. Suasana seperti ini akan sangat romantis jika dinikmati
bersama kekasih. Yun tersenyum miris. Kekasih? Satu kata yang membuat dada Yun terasa
sesak.
“Yun-ah. Dong Hae hyung menitip pesan untukmu.”
Yun
menoleh ke samping kanannya. Terlihat tangan Tae Min menyodorkan secarik amplop
berwarna biru. Yun menerima surat itu penuh tanya. Ada apa lagi ini? Mengapa Dong
Hae harus memberinya surat? Mengapa tidak mengirim pesan singkat saja?
“Bacalah,
aku pergi dulu. Ada meeting dengan
klien di Lee Company. Yah, kau tahu jika Dong Hae hyung saat ini sibuk.”
Yun
mengangguk mengerti. Disambutnya uluran tangan Tae Min. Entah mengapa, Yun
merasa sekarang adalah terakhir kalinya dia akan melihat sosok di hadapannya
ini.
“Sampai
jumpa lagi, Yun-ah.” Ujar Tae Min disertai senyum simpul. Senyuman tulus yang
menambah kadar ketampanannya berkali lipat.
---ooo---
“Min Hwa kecelakaan. Dia baru pulang
dari Myeongdong, mencari kado untuk Tae Min. Saat perjalanan pulang, dia
melihat seorang anak kecil berlari ke tengah jalan untuk mengambil bola. Dari
tikungan terlihat ada mobil sedan yang melaju ke arah anak kecil tersebut. Lalu
Min Hwa…”
Yun menepuk punggug Donghae,
memberinya kekuatan. Dia pun merasakan kesedihan yang sama. Orang yang mereka
sayangi, saat ini terbaring lemah di ICU. Dokter mengatakan jika kecil
kemungkinan Min Hwa akan sadar. Kepalanya terbentur cukup keras. Pendarahan di
otaknya sangat parah. Min Hwa mengalami cedera otak yang menyebabkannya koma.
Jika memang ada yang namanya keajaiban, Yun berharap itu akan datang pada Min
Hwa.
“Bolehkah aku menjenguknya, hyung?”
“Tentu saja. Masuklah. Dia pasti
senang mengetahui kau menjenguknya.”
Yun tersenyum mendengar perkataan
Donghae. Ada terbersit sesal yang menohok hatinya. Yah, seandainya saja dia tak
menyetujui usulan Tae Min. Kalau saja dia masih bersama Min Hwa, dia pasti bisa
menjaganya. Mungkin kecelakaan itu bisa dihindari. Seandainya, yah, Yun hanya
bisa berandai-andai. Yun tahu pasti waktu tak bisa berjalan mundur.
Yun menlangkah pelan memasuki ruang
ICU. Sangat pelan. Dia takut menganggu pasien yang lain. Di ruangan tersebut
ada 3 pasien yang menempati, termasuk Min Hwa. Yun berjalan ke ranjang Min Hwa
yang terletak paling ujung. Dekat dengan jendela. Diletakkannya Krisan ungu
yang tadi dia bawa di atas nakas. Meja kecil yang terletak di sebelah ranjang
Min Hwa.
“Anyeong Min Hwa-ya. Bagaimana kabarmu? Maaf karena baru
menjengukmu sekarang.” Tangan Yun terulur meraih tangan kanan Min Hwa yang
bebas dari alat medis. Digenggamnya erat tangan tersebut, tak ingin melepasnya
lagi. Mata elangnya mulai berkaca-kaca.
“Min Hwa-ya,
apa kau tak lelah terus-terusan tidur seperti ini? Ireona palli. Hari ini ulang tahunmu, heum? Apa kau tak
ingin merayakannya denganku? Bangunlah chagi.”
Hening. Bulir bening mulai menetes di
sudut mata Yun. Dibiarkannya tetesan itu menganak sungai. Untuk saat ini dia
benar-benar merasa hancur.
“Chagi, lihatlah.
Aku membawa bunga kesukaanmu. Crysanthemum, aku membawakan Krisan ungu untukmu.
Cantik sekali. Ah, tapi kau jauh lebih cantik dari bunga-bunga itu.”
Tangan Yun yang bebas menggapai pipi
putih Min Hwa. Dibelainya lembut, lalu disingkirkan beberapa anak rambut yang
menutupi wajah Min Hwa. Kini isakan kecil mulai meluncur dari bibir tipis Yun.
Kepalanya tertunduk di atas ranjang. Tangan kanannya semakin erat menggenggam
tangan Min Hwa. Pemuda yang terlihat tegar itu kini tak bisa lagi membendung
kepedihannya.
“Mianhae. Maafkan
aku Min Hwa-ya. Aku tak bisa menjagamu.”
Yun mulai meracau. Tangan kirinya dia gunakan untuk membekap mulutnya. Menahan
agar tangisnya tidak pecah dan mengganggu pasien lain. Biarlah kali ini Yun
terlihat lemah. Dia sama sekali tidak peduli. Yun ingin menguragi rasa bersalahnya.
Dia tidak mau kisah cintanya berakhir dengan tragis seperti ini. Min Hwa harus
sadar, harus. Dia ingin meminta maaf secara langsung pada Min Hwa.
Di depan pintu ruang ICU, berdiri dua
orang pemuda. Mereka saling bertatapan. Pemuda yang tubuhnya sedikit lebih
tinggi kembali duduk di kursi tunggu. Dia, Tae Min, tak sanggup melihat
kakaknya terbaring tak berdaya di dalam sana. Sedangkan pemuda yang satunya masih
setia mengawasi adiknya. Dia ikut meneteskan air mata saat melihat Yun, kekasih
adiknya, terisak di dalam sana. Merasa tak kuat, Dong Hae memnutuskan untuk
kembali duduk. Tepat di bangku sebelah Tae Min. Ditepuknya pelan punggung Tae
Min. Dia tahu betul apa yang dirasakan Tae Min. Perasaan bersalah. Takut
kehilangan.
---ooo---
Yun
terbangun dari tidurnya. Napasnya
terengah-engah. Malam ini dia kembali bermimpi kenangannya beberapa bulan yang
lalu. Peluh membasahi keningnya. Yun
menengok ke dinding, jam satu dini hari. Berarti baru dua jam matanya terpejam.
Langkah
kaki Yun berayun pelan menuju dapur. Kerongkongannya kering. Setelah
menghilangkan rasa hausnya, Yun kembali ke kamarnya. Saat melewati meja
belajar, dia melihat surat yang tadi siang diberikan oleh Tae Min. Diraihnya
surat tersebut. Yun duduk di tepi ranjang, tangannya sibuk membuka amplop. Ada
selembar surat yang menjadi isi dari amplop tersebut.
Yun-ah,
Mianhae. Maaf karena aku tak bisa menemui secara
langsung. Maaf jika aku harus egois dan tidak melibatkanmu dalam keputusan ini.
Jeongmal mianhae.
Kening
Yun berkerut, bingung dengan kalimat awal yang Dong Hae tulis di surat
tersebut. Rasa penasarannya semakin menumpuk. Akhirnya Yun kembali meneruskan
membaca surat dari Dong Hae tersebut.
Malam ini kami akan berangkat ke
Amerika. Dokter mengatakan kecil kemungkinan Min Hwa akan sembuh. Di sini,
sudah tidak ada harapan untuknya. Tapi… aku sebagai kakaknya tak bisa
membiarkan adikku pergi begitu saja. Kau pasti mengerti itu bukan?
Aku dan Dong Hwa hyung sudah
membicarakan kondisi Min Hwa dengan beberapa dokter di Amerika. Mereka
menyarankan untuk membawa Min Hwa ke sana. Lebih cepat lebih baik. Itu yang
mereka bilang.
Awalnya aku ingin memberitahumu dan
menanyakan pendapatmu. Tapi… aku tahu kau pasti akan sedih jika mengetahuinya.
Karena itu… karena itu maafkan atas keegoisan kami ini. Kami membawa Min Hwa
tanpa seijinmu. Kuharap kau mengerti, Yun-ah.
Lee Dong Hae
Yun
terdiam. Dia memandang kertas putih itu dengan tatapan tak percaya. Membawa Min
Hwa pergi? Malam ini? Itu artinya dia tak dapat lagi bertemu dengan Min Hwa?
Air
mata Yun mengalir dari sudut matanya. Dia terisak pelan. Beberapa menit
kemudian semakin keras terdengar. Kini bukan lagi isakan yang keluar dari bibir
tipis Yun. Tapi sebuah raungan yang memilukan. Jika ada yang melihatnya saat
ini. Mereka pasti tak akan tega melihatnya. Yun, kehilangan cinta pertamanya.
Dia harus melepaskannya pergi. Jangankan mengucap kata pisah dengan selayaknya.
Bahkan Yun belum sempat mengucap maaf pada Min Hwa.
Yun
menatap bingkai photo yang tergeletak di atas meja. Photo yang menampilkan
sepasang kekasih dengan ceria berjalan di bawah guguran cherry blossom. Yah, itu adalah photo Yun dengan Min Hwa. Photo
yang diambil saat kencan pertama mereka. Kencan yang manis saat musim semi
lalu.
Yun
meraih photo tersebut. Diusapnya pelan seolah dia sedang menyentuh gadis di
bingkai tersebut secara langsung. Bibirnya kembali bergetar. Dipeluknya erat
bingkai photo tersebut. Menyalurkan rasa sakit yang mendera. Kini gadisnya
telah pergi. Tak ada yang bisa Yun lakukan.
“Selamat
tinggal Min Hwa. Semoga kita dipertemukan kembali di kehidupan yang lain.
Kelak, jika aku bertemu lagi denganmu. Ijinkan aku sekali lagi untuk mencintaimu.
Saranghae.”
#TantanganEmpatMusim #KampusFiksi #AutumnStory
Kyyaaaa.... sad ending. >,<
BalasHapusYun-ah.. bersabarlah.
Ada aku di sini yang akan selalu menemanimu sampai dia yang kau tunggu kembali. :D #EEeaaaakkkk
^Park Sung Rin^